JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 1948, Nyak Sandang, seorang warga Aceh berusia 23 tahun, memutuskan menjual menjual sepetak tanah dan 10 gram emas miliknya. Dari penjualan itu, Nyak Sandang mendapatkan uang Rp 100.
Seluruh uang tersebut kemudian ia sumbangkan untuk membantu pemerintah Indonesia membeli pesawat pertamanya, Seulawah RI-001.
Sumbangan Nyak Sandang itu berarti besar bagi perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Dikutip dari buku "Peran TNI AU Pada MS Pemerintah Darurat Republik Indonesia Tahun 1948-1949", Pesawat RI-001 berperan penting sebagai sarana untuk menyelundupkan senjata.
(Baca juga: Bahagianya Nyak Sandang, Penyumbang Pembelian Pesawat Pertama RI, Saat Bertemu Presiden...)
Dijelaskan dalam buku yang diterbitkan Sub Divisi Sejarah TNI AU itu, Indonesia pasca kemerdekaan di tahun 1948-1949 sangat memerlukan senjata dan alat komunikasi untuk meneruskan perjuangannya.
Namun, saat itu blokade Belanda di lautan semakin diperketat. Mayor Laut Sunar S telah membeli speed boat seharga 15.000 Dollar, tetapi tertangkap oleh musuh dalam pelayaran Singapura-Penang 14 Agustus 1948.
Hal ini membuat Indonesia beralih ke udara.
Kebetulan saat itu RI-001 sedang berada di Burma (sekarang Myanmar), untuk melayani pemerintah dan angkatan darat Burma. Hubungan baik Indonesia dan Burma juga membuat pemerintah negara tersebut mau memberikan bantuan senjata.
Pesawat RI-001 pun digunakan sebagai alat transportasi untuk menyelundupkan senjata, amunisi serta alat komunikasi dari Burma.
Karena merasa terpanggil oleh tugas di tanah air, maka OU. II Wiweko Soepono, selaku pimpinan pesawat RI-001 Seulawah menyanggupinya, meskipun tantangan besar menghadang dalam penerobosan blokade udara ini.
(Baca juga: Angkatan Udara Republik Indonesia, 72 Tahun Silam Hingga Kini...)
Hanya saja, demi keselamatan dan kerahasiaan dalam operasi penerbangan ini, maka OU. II Wiweko sangat mengharapakan kelancaran komunikasi radio.
Untuk itu, disiapkan pemancar radio di Rangoon, Burma, dipimpin oleh OMU. III Soemarno. Sementara itu, kesiapan AURI di Kutaraja, Aceh, dikoordinir oleh OU.I Soejoso Karsono.
Selain pemancar Radio AURI, komunikasi juga dilakukan menggunakan siaran Radio Republik Indonesia, Radio Poong, India dan Radio Singapura sebagai sarana komunikasi pengiriman kode-kode.
Agar kerahasiaan tetap terjamin, cara komunikasi dengan kode-kode ini ialah dengan memanfaatkan siaran lagu-lagu "pilihan pendengar" setelah warta berita, dengan menyisipkan kata kata sandi yang mengandung arti yang telah disepakati bersama.
Setelah OU. II Wiweko menerima kepastian berita hubungan radio sandi dari OU. I Soejoso yang kodenya "...pintu rumah Blangkejeren sudah selesai tetapi membawa minum sendiri...", maka ia telah memahami bahwa senjata sudah dapat diangkut dan mendarat di Blang Bintang dengan membawa bensin udara sendiri.