Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Penerbang Muda dalam Serangan Balasan TNI AU ke Belanda (Bagian I)

Kompas.com - 09/04/2018, 09:14 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Agresi militer Belanda pada 21 Juli 1947 membuat TNI Angkatan Udara yang baru tumbuh harus mengalami kerugian yang tidak sedikit. 

Sejumlah pesawat yang baru diperbaiki teknisi dihancurkan oleh Belanda. Bahkan, beberapa pangkalan udara dapat dikuasainya.

Militer Belanda tidak saja melanggar perjanjian yang telah ditandatangani bersama secara sepihak. Mereka menyerang wilayah-wilayah RI, termasuk pangkalan udara yang dikuasai TNI AU.

Kobaran semangat dan tekad untuk melakukan serangan balik terus berkecamuk di kepala para pemimpin Angkatan Udara. Namun, semangat saja tidak cukup.

(Baca juga: Widhi, Penerbang Perempuan Penantang Ganasnya Medan Papua)

 

Kekuatan Belanda tidak mungkin dilawan secara frontal. Dibutuhkan taktik, koordinasi dan kerja sama di antara para pejuang.

Bagi TNI AU, hal ini juga menyangkut kesiapan pesawat berikut dengan penerbangnya.

Cerita panjang tentang kegigihan TNI AU ini terangkum dalam buku Peristiwa Heroik 29 Juli 1947 (2009), yang diterbitkan oleh Sub Dinas Sejarah Dinas Penerangan TNI AU.

 

Dilema penerbang muda dan pesan terakhir Adisutjipto

Beberapa hari setelah agresi militer I dimulai, Komodor Muda Udara A Adisutjipto pernah mencetuskan masalah kemungkinan operasi udara terhadap Belanda dengan segala hambatan yang dihadapi.

Pada saat itu, Adisutjipto memberikan penjelasan yang sangat serius. Menurut dia, keadaan sudah cukup gawat, sementara armada yang dimiliki tidak cukup memadai.

(Baca juga: Penerbang Tempur Skuadron 14 Tidak Nganggur Lagi)

Saat itu, tenaga penerbang yang tersedia baru memiliki kualifikasi mampu menerbangkan pesawat buatan Jepang. Pertimbangan untuk menggunakan tenaga penerbang senior dikesampingkan, mengingat mereka disiapkan untuk menjadi pimpinan TNI AU dan penerus perintis penerbangan.

Pimpinan TNI AU tak punya pilihan selain mengandalkan penerbang muda berpangkat Kadet untuk melaksanakan tugas mulia operasi udara. Namun, Adisutjipto rupanya merasa sayang apabila penerbang muda harus menghadapi konsekuensi gugur di medan perang.

Menurut dia, lebih baik para penerbang muda tersebut diungsikan ke luar negeri dan meningkatkan kemahiran.

Di hadapan para penerbang muda, Adisutjipto menyatakan bahwa dia sendiri yang akan menerbangkan pesawat Dakota dan melepaskan bom di daerah sasaran.

(Baca juga: Chappy Hakim, dari Penerbang, Penulis, hingga Presiden Direktur...)

Presiden Joko Widodo saat pemberian nama dan uji terbang pesawat N219 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/11/2017). Pesawat N219 yang diberi nama Nurtanio oleh Jokowi, adalah pesawat buatan lokal, kolaborasi antara PT Dirgantara Indonesia (DI) bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Presiden Joko Widodo saat pemberian nama dan uji terbang pesawat N219 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/11/2017). Pesawat N219 yang diberi nama Nurtanio oleh Jokowi, adalah pesawat buatan lokal, kolaborasi antara PT Dirgantara Indonesia (DI) bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).

Kata-kata tersebut diucapkan beberapa saat sebelum ia mempertaruhkan nyawanya dengan menerobos blokade Belanda di antara kegelapan malam.

Pesan terakhir yang dikatakan Adisutjipto saat itu sangat membuat terkesan para penerbang muda.


Saat penerbang muda membantah KSAU

Beberapa hari sebelum dilakukan pemboman udara, beberapa penerbang muda berpangkat Kadet berkumpul.

Mereka membicarakan rencana untuk mengadakan serangan balasan ke daerah yang telah diduduki Belanda. Beberapa di antaranya adalah Saptoadji, Suharnoko Harbani, Sutardjo Sigit dan Mulyono.

Hasil pembicaraan mereka kemudian disampaikan kepada Komodor Muda Udara Halim Perdana Kusuma. Halim memang cukup dekat dengan para Kadet, karena dia seorang bujangan.

Halim tinggal di Hotel Tugu yang dijadikan Mes oleh TNI AU bersama anak-anak muda tersebut. Namun, saat itu Halim yang merupakan Wakil Kepala Staf TNI AU urusan operasi mengatakan bahwa dia tidak berwenang untuk memutuskan serangan balas kepada Belanda.

(Baca juga: Skuadron 14 Sudah Setahun Kosong, Kasihan Penerbang Lama Tidak Terbang)

Para pemuda itu kemudian sepakat menugaskan Suharnoko untuk membicarakan masalah itu kepada Kepala Staf TNI AU Komodor Udara Suryadi Suryadharma.

Mendengar usulan anak buahnya, Suryadharma mengatakan, “Itu lihat di pundakmu, strip nya saja masih belum sampai ujung”.

Namun, Suharnoko yang saat itu berusia 22 tahun memberanikan diri membantah. Dia beralasan bahwa para prajurit yang berjuang di front juga masih muda dan dengan senjata seadanya.

Tak hanya itu, mereka beralasan bahwa para Kadet sudah mampu terbang dan TNI AU memiliki bom dan beberapa pesawat peninggalan Jepang.

Meski Suryadharma tak setuju, para pemuda dengan gigih dan bertahan tetap memperjuangkan keinginan mereka melakukan serangan. Bahkan, mereka siap menanggung risiko sendiri, asal diizinkan menggunakan pesawat dan bom.

Melihat semangat para pemuda, Suryadharma memandang Harmoko dengan tatapan tajam dan akhirnya berkata, “Saya tidak memerintahkan, tapi juga tidak melarang”.

Bersambung "Semangat Penerbang Muda dalam Serangan Balasan TNI AU ke Belanda (Bagian II)"



***
Dalam rangka HUT ke-72 TNI AU ini pula, Kompas.com akan menanyangkan sejumlah berita-berita angkatan udara Indonesia sejak dahulu hingga saat ini, termasuk kisah-kisah heroik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Simak selengkapnya di Kompas.com sepanjang hari ini.

Kompas TV Sebanyak 37 penerbang pesawat tempur dan 3 teknisi Lapangan Udara Militer Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur mengikuti latihan dasar bertahan di perairan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com