Mencoba mencari jalan tengah, Schiphol Amsterdam berinovasi dengan menggunakan body scanner di mana hasil pemindaiannya langsung diproses menjadi karikatur. Petugas keamanan bandara tidak lagi memiliki akses terhadap foto para penumpang.
Sejauh ini, solusi tersebut dapat diterima para pemangku kepentingan sehingga polemik privasi tidak mengorbankan keamanan bandara.
Kesiapan bandara Indonesia
Privasi merupakan salah satu Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang dalam United Nations Universal Declaration of Human Rights 1948. Brussels yang berambisi menjadi kiblat perlindungan data pribadi menerjemahkannya dengan menciptakan EU General Data Protection Regulation (GDPR) yang mulai berlaku pada Mei 2018.
Secara geografis, Uni Eropa terletak ribuan kilometer dari Indonesia. Namun, GDPR dibuat dengan semangat ekstrateritorial sehingga menihilkan arti jarak. Berdasarkan teori, memproses data pribadi warga negara Uni Eropa berarti menundukkan diri dihadapan GDPR.
Ketika Angkasa Pura memutuskan untuk menggunakan body scanner, atau bahkan retina scanner di kemudian hari, maka GDPR mengikat Angkasa Pura sehubungan banyaknya warga negara Uni Eropa yang berkunjung ke Indonesia.
Memang, efektivitas penegakan hukum lintas jurisdiksi masih menjadi pertanyaan mengingat BUMN tersebut tidak beroperasi di Uni Eropa - ataupun sahamnya dimiliki oleh entitas yurisdiksi tersebut. Namun, lebih baik berhati-hati ketimbang kena getahnya. Terdapat beberapa celah yang perlu dikaji lebih lanjut oleh BUMN ini.
Persoalan ini bertambah pelik dengan absennya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Lantas, bagaimana memperlakukan data pribadi sensitif masih abu-abu?
Perlu digarisbawahi, karyawan bandara juga wajib dilindungi, tidak hanya penumpang semata. Dimensinya memang seluas itu.
Salah satu langkah awal yang patut dipertimbangkan Angkasa Pura ialah menciptakan code of conduct-nya sendiri. Standar tinggi berarti terciptanya perlakuan spesial bagi anak-anak ketika body scanner digunakan, hingga tersedianya opsi bagi penumpang yang menolak melewati mesin tersebut.
Jika privasi merajai etika bisnis di kemudian hari, maka keberhasilan bandara-bandara Indonesia untuk menjadi pemain utama pada tingkat regional maupun global akan bergantung kepada seberapa jauh perlindungan terhadap data pribadi penumpang diberikan.
Akhir kata, menjadi suatu renungan sejauh mana penumpang akan dihargai sebagai manusia, tepatnya subyek dan bukan obyek, pada era digital ini. Jangan dilupakan pula perihal cyber security yang harus dikuasai guna menjamin keamanan pemrosesan data.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.