Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosiolog: Penyebar Hoaks adalah Musuh Demokrasi

Kompas.com - 14/03/2018, 19:17 WIB
Yoga Sukmana,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terbongkarnya sindikat penyebar isu-isu provokatif The Family Muslim Cyber Army (MCA) menunjukkan bahwa berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian di media sosial terorganisir.

Aktor-aktornya merupakan masyarakat kelas menengah atas yang menguasai akses informasi serta dekat dengan pemilik modal sebagai aktor intelektualnya. Bahkan, salah satu anggota MCA merupakan seorang dosen.

"Mereka pulalah yang selama ini kenyang atas sesuatu, tetapi lapar karena tidak memiliki etis di dalam memahami kompetisi," ujar Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sujito dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Baca juga: Tahun Politik, Produksi Hoaks Diprediksi Semakin TInggi

Menurut Arie, penyebar hoaks adalah musuh demokrasi. Hoaks bisa berimplikasi pada pilihan seseorang untuk memilih calon pemimpin.

Penyebaran hoaks juga dinilai membuat suasana perdebatan jelang pemilu tak ideal. Debat publik bukan lagi soal program atau gagasan, tetapi justru kebencian yang berbaur dengan isu suku, agama, ras dan antar golongan.

Menurut Arie, masyarakat kelas bawah paling rentan menjadi korban berita hoaks. Hal itu kian parah karena masyarakat bisa terjebak dalam konflik dan kekerasan.

Partisan politik

Sementara itu, Direktur NU Online Savic Ali mengungkapkan, ungkapan ujaran kebencian bermuatan agama yang disebarkan melalui media sosial bukan datang dari akun-akun yang teridentifikasi kelompok radikal atau fundamentalis.

Berdasarkan penelusuran NU, ujaran kebencian di media sosial terindentifikasi datang dari partisan poliitik.

"Aktor-aktornya mendukung partai politik tertentu. Bukan Islam radikal. Justru akun partisan," kata dia.

Baca juga: Hoaks di Twitter Lebih Gampang Menyebar dari Klarifikasi, Mengapa?

Akibatnya, kata dia, polarisasi di masyarakat kian meruncing dan membuat eskalasi kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu semakin besar. Semua dilakukan untuk kepentingan politik tertentu.

Savic menilai, perlu ada gerakan yang lebih luas untuk memerangi hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Media mainstream bisa mengambil peran untuk menyerang balik informasi bohong yang disebarkan akun-akun partisan.

Selain media, peran tokoh-tokoh yang netral dan tidak berafiliasi kepada kepentingan partai politik juga dinilai penting untuk menyebarkan informasi benar kepada masyarakat luas.

Kompas TV Oleh karena itu, Wiranto mengimbau kepada masyarakat agar tidak termakan isu-isu menyesatkan yang tersebar di media sosial.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com