Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau Fredrich Tidak Kooperatif, KPK Pertimbangkan Tuntutan Maksimal

Kompas.com - 05/03/2018, 22:29 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, untuk kooperatif dalam proses persidangan.

Fredrich sebelumnya mengancam tidak akan mau lagi hadir dalam persidangan-persidangan berikutnya karena eksepsi atau nota keberatannya ditolak hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jika hakim menolak eksepsi, artinya semua keberatan yang disampaikan itu sudah tidak relevan secara hukum. Apalagi kalau kemudian itu masih dipersoalkan lebih lanjut.

"Saya kira lebih baik terdakwa kooperatif dengan proses hukum, hadiri proses persidangan, karena itu kan kewajiban dari proses hukum yang berlaku, kita harus hormati institusi peradilan ini," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Kalau memang terdakwa keberatan atau punya bukti yang lain, lanjut Febri, silakan diuji di proses persidangan jika mau membantah KPK.

(Baca juga: Kepada Hakim, Fredrich Ancam Tak Mau Lagi Hadiri Persidangan)

 

"Bantahlah dengan bukti," ujar Febri.

Sementara jika Fredrich mengancam tidak mau bicara di sidang berikutnya, Febri mengatakan itu merupakan hak yang bersangkutan.

"Perlu kami sampaikan bahwa terdakwa memang punya hak bicara secara bebas, termasuk untuk tidak bicara, kami tidak akan terpengaruh dengan hal tersebut," ujar Febri.

Namun, KPK berharap sikap Fredrich tidak mengulur proses persidangan. Karena prinsip dari persidangan, lanjut Febri, seharusnya cepat dan sederhana.

Soal apakah perilaku Fredrich ini akan memperberat hukuman, Febri mengatakan putusan ada di tangan hakim. Namun, jaksa KPK bisa mempertimbangkannya sebagai hal memberatkan dalam tuntutannya.

(Baca juga: Hakim Tolak Permintaan Fredrich untuk Hadirkan Pimpinan dan Penyidik KPK)

 

Fredrich sebelumnya didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman maksimal pasal ini yakni 12 tahun penjara.

"Kalau tidak ada sikap kooperatif dengan proses hukum, tidak tertutup kemungkinan tuntutan seberat-beratnya akan diajukan diproses persidangan. Tetapi sekali lagi, tentu saja, penuntut tetap akan mempertimbangkan apa alasan meringankan, apa alasan memberatkan," ujar Febri.

Fredrich sebelumnya naik pitam saat permohonannya ditolak majelis hakim. Fredrich mengancam tidak akan mau lagi hadir dalam persidangan-persidangan berikutnya.

Hal itu dikatakan Fredrich seusai hakim membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/3/2018).

"Kalau memang majelis hakim berpendapat begini, kami enggak akan menghadiri sidang lagi. Saya punya hak asasi manusia. Kalau Bapak (hakim) memaksa kehendak Bapak. Kami memaksa enggak akan hadir," ujar Fredrich kepada hakim.

Kompas TV Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak nota keberatan terdakwa perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Fredrich Yunadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com