Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Berharap Perubahan Perpres 54 Dorong E-Katalog dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Kompas.com - 05/03/2018, 15:38 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, akan ada perubahan pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

KPK berharap, dalam perubahan tersebut, kebijakan pengadaan barang dan jasa tidak lagi mengandalkan mekanisme e-procurement, melainkan melalui e-katalog.

Pasalnya, lanjut Alex, dari pengalaman kasus yang ditangani KPK, meski sudah melalui mekanisme e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa, kasus korupsi tetap terjadi.

Karenanya, Alex berharap dalam perubahan Perpres 54 nanti mekanisme e-katalog akan lebih didorong dalam pengadaan barang dan jasa.

"Mungkin nanti andalannya tidak e-procurement, tetapi dengan kita akan mendorong e-katalog. Jadi supaya proses pengadaan barang dan jasa bisa berjalan lebih cepat, lebih efisien, dan di sisi lain juga lebih dapat dipertanggungjawabkan," kata Alex, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Dalam jumpa pers ini hadir Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Prabowo dan juga para sekda di level provinsi dan kota yang turut diundang.

(Baca juga: E-katalog Ciptakan Iklim Pengadaan Barang yang Transparan)

 

Alex mengharapkan, dengan mengandalkan e-katalog, proses pengadaan barang dan jasa dan tata kelola penggunaan anggaran barang dan jasa itu dapat lebih terjamin akuntabilitasnya.

"Proses pengadaan barang dan jasa ini jadi fokus perhatian KPK. Seperti teman-teman ketahui bahwa korupsi itu sebagian besar masih terkait dengan pengadaan barang dan jasa," ujar Alex.

 

Belum diterapkan di daerah

Ketua LKPP Agus Prabowo mengatakan, kelebihan pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog yakni lebih cepat, mudah, akuntabel, dan punya banyak pilihan.

Pihaknya ke depan akan mengajak pemerintah daerah menggunakan e-katalaog dalam pengadaan barang dan jasa. Mekanisme e-katalog, lanjut Agus, sebenarnya sudah jalan tetapi secara nasional.

(Baca juga: KPK Minta Jokowi Wajibkan Penggunaan E-Procurement di Semua Pengadaan Barang/Jasa)

Pihaknya ingin pemerintah daerah juga mengadakan e-katalog lokal. "Kalau target kapan harus selesai, saya tidak bisa jawab, karena ini proses yang bergulir terus. Kalau persen saya tidak bisa jawab," ujar Agus.

Lebih lanjut, pihaknya ingin mengubah paradigma pengadaan yang sebelumnya itu bersandar kepada tender, digeser ke mekanisme pasar.

"Sekarang mulai kita geser ke mekanisme pasar untuk mengejar value for money. Nah mekanisme pasar yang dibentuk itu melalui beberapa tools yang sudah dibangun oleh LKPP, yaitu e-katalog nasional," ujar Agus.

Pihaknya berharap, 10 daerah yang ikut dalam rapat hari ini bersama KPK bisa ikut membuat e-katalog lokal di pemerintahannya.

"Dari 10 provinsi atau kota tadi sudah terlihat provinsi Jateng sangat semangat, Jabar sangat semangat, kota Semarang malah sudah duluan, dan yang lainnya menyusul. Jadi intinya kami mengajak melakukan inovasi pengadaan melalui pendekaan pasar," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com