Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU MD3 Dinilai Tak Sejalan dengan Sikap Jokowi

Kompas.com - 15/02/2018, 06:53 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Manajer advokasi Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Hendrik Rosdinar menilai pasal-pasal dalam UU MD3 mencederai demokrasi dan unsur partisipasi masyarakat.

Hendrik meyakini pasal-pasal tersebut tidak sejalan dengan sikap Jokowi yang demokratis dan selalu membuka ruang masukan dari publik.

"Akhirnya, yang jadi korban dari lahirnya UU ini Presiden Jokowi sendiri," ucap Hendrik dalam diskusi yang digelar di Kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Ia juga menilai, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly telah mengkhianati Presiden Joko Widodo dengan ikut mendukung pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Sebab, katanya, hal ini bisa dilihat dari pembahasan UU MD3 yang begitu cepat sehingga pasal-pasal yang kontroversial dalam UU MD3 belum dilaporkan Yasonna ke Jokowi.

"Proses pembahasan UU ini yang begitu cepat menunjukkan, Presiden sudah dikhianati oleh menterinya sendiri. Saya rasa konsultasi ke Presiden tidak dilakukan," kata Hendrik.

(Baca juga: Menyelami UU MD3, Di Mana Logikanya?)

Hendrik mencatat sejumlah pasal kontroversial di UU MD3.

Misalnya, pasal 73 yang mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang. Lalu, pasal 122 huruf k, dimana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Selain itu, ada juga pasal 245 mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.

Hendrik menyarankan Presiden Jokowi segera mengambil tindakan atas lahirnya UU MD3 ini. Presiden bisa menginisiasi agar UU MD3 direvisi ulang.

Presiden bisa juga menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk merevisi sejumlah pasal yang bertentangan dengan demokrasi di UU MD3.

 

Sudah Sesuai

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai ketentuan dalam pasal 245 sudah sesuai dengan putusan MK sebab hanya mempertimbangkan, bukan mengizinkan.

(Baca juga: Putusan MK soal Pemeriksaan Anggota DPR Dinilai Tak Lemahkan KPK)

"Waktu putusan MK itu kan dikatakan harus persetujuan presiden. Kalaupun ditambah anak kalimat mempertimbangkan MKD, itu hanya mempertimbangkan. Enggak ada kewajiban (dipatuhi)," kata Yasonna usai pengesahan revisi Undang-undang MD3 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018).

Demikian pula pada pasal 122 huruf k tentang penghinaan parlemen. Yasonna menilai pasal tersebut wajar diadopsi di Undang-undang MD3. Ia menambahkan, di beberapa negara ada pasal sejenis yakni contempt of court dan contempt of parliament.

Ia pun mempersilakan pihak yang tidak setuju untuk menggugat pasal-pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau enggak setuju, boleh saja. Kalau merasa itu melanggar hak, ada MK. Enggak apa-apa biar berjalan saja," lanjut dia.

Kompas TV Pengesahan RKUHP ditunda dalam rapat paripurna DPR hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com