Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU MD3 Dikhawatirkan Jadi Alat DPR Membungkam Kritik Masyarakat

Kompas.com - 14/02/2018, 12:12 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Institute for Transformation Studies (Intrans) Andi Saiful Haq mengkritik munculnya Pasal 122 Huruf k dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang baru saja disahkan pemerintah dan DPR.

Pasal tersebut mengatur Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

"Pasal ini berpeluang menjadi pasal karet untuk membungkam kritikan dengan delik sebagai tindak pidana," kata Andi dalam keterangan tertulis, Rabu (14/2/2018).

Andi menilai, pasal ini tidak relevan lagi di jaman modern dan era demokrasi. Menghina adalah delik yang paling sering digunakan oleh raja-raja atau diktator jaman dulu untuk menopang kewibawaan agar orang banyak tidak banyak bertanya tentang perilaku mereka yang tiran dan korup.

(Baca juga: Kekhawatiran Koalisi Masyarakat Sipil yang Ingin Gugat UU MD3 ke MK)

Pasal yang sama pernah digunakan Pemerintahan Hindia-Belanda untuk membungkam perlawanan para pendiri bangsa, antara lain Soekarno dan Mohammad Hatta.

Sementara di era demokrasi, lanjut Andi, kehormatan sebuah kekuasaan itu diletakkan pada kuasa rakyat.

"Rakyat yang memutuskan kapan, di mana, dan pada siapa kehormatan itu diletakkan," kata Andi.

Andi pun mengingatkan, anggota DPR sudah terlalu banyak fasilitas, bahkan mereka memiliki hak imunitas dan kekebalan diplomatik. Kalaupun ada yang harus mereka perjuangkan sekarang, itu adalah kehormatan mereka sendiri di sisa masa jabatan.

(Baca juga: Beberapa Pasal di UU MD3 yang Membuat DPR Kian Tak Tersentuh)

Andi menilai, jika ada yang pertama kali harus dijerat dengan Pasal 122 (k) adalah sekitar 50 persen anggota DPR yang pada masa sidang I tahun 2015 hingga masa sidang IV tahun 2017 tingkat kehadirannya di bawah 50 persen.

"Mangkir dari tugas adalah tindakan tidak terhormat, rapor merah ditengah fasilitas berlimpah adalah penghinaan pada sumpah jabatan," kata Andi.

Andi pun menyambut baik sejumlah pihak yang berencana menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi. Ia meyakini MK akan membatalkan pasal kontroversial tersebut.

Sebab, tindakan menghina martabat anggota DPR bisa digolongkan sebagai tindakan formil warga negara yang sudah dijamin dalam konstitusi.

Kompas TV Sufmi Ahmad Dasco menjelaskan hal itu merupakan kewenangan tambahan bagi MKD. Selanjutnya proses hukum bagi penghina anggota DPR akan diserahkan ke polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Sampaikan 7 Fakta Kecurangan Pilpres di Dalam Dokumen Kesimpulan

Tim Hukum Anies-Muhaimin Sampaikan 7 Fakta Kecurangan Pilpres di Dalam Dokumen Kesimpulan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com