Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Duga Fayakhun Terima "Fee" Rp 12 Miliar dan 300.000 Dollar AS dalam Kasus Bakamla

Kompas.com - 14/02/2018, 21:28 WIB
Robertus Belarminus,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Fayakhun diduga menerima fee sebanyak 1 persen dari total anggaran proyek Bakamla RI senilai Rp 1,2 triliun.

"Diduga FA menerima fee 1 persen atau senilai Rp 12 miliar," kata Alex, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Baca juga: KPK Tetapkan Anggota DPR Fayakhun Andriadi sebagai Tersangka Kasus Suap di Bakamla

Fee Rp 12 miliar untuk Fayakhun itu, lanjut Alex, diberikan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya Muhammad Adami Okta.

Suap untuk Fayakhun diberikan secara bertahap sebanyak empat kali.

Alex mengatakan, selain itu, Fayakhun juga diduga menerima 300.000 dollar AS. Suap untuk Fayakhun diduga diberikan atas peran yang bersangkutan memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN-P Tahun Anggaran 2016.

Dalam kasus ini, Fayakhun merupakan tersangka keenam.

Baca juga: Bantah Bukti KPK, Fayakhun Merasa Akun WhatsApp Miliknya Diretas

KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Fayakhun sebagai tersangka.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan seorang lagi sebagai tersangka yaitu FA, anggota DPR periode 2014-2019," kata Alex, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang lain sebagai tersangka kasus ini. Mereka adalah Fahmi Darmawansyah dan dua anak buahnya Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Baca juga: Terkait Bakamla, Fayakhun Mengaku Awalnya Dikenalkan oleh Politisi PDI-P

Kemudian, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.

Dari kelima tersangka, tersisa Nofel yang kasusnya masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor. Empat yang lain kasusnya sudah divonis di Pengadilan Tipikor.

Dalam kasus ini, Fayakun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau (b) atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kompas TV Dalam sidang korupsi pengadaan alat monitoring Bakamla dengan terdakwa Novel Hasan, diduga ada uang yang mengalir untuk Munaslub Partai Golkar.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com