JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak konsisten dalam menekankan soal moralitas dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP). Inkonsistensi itu menunjukkan bahwa tidak ada indikator moral yang jelas dalam perumusan R-KUHP.
"Di satu sisi, sebagian fraksi di DPR dan Pemerintah sangat bersikeras mengatur kriminalisasi hubungan privasi warga negara untuk alasan moral, namun di sisi lain malah membuka celah legalisasi judi yang memiliki argumen kurang lebih sama, yaitu soal moral," ujar Direktur Pelaksana ICJR Erasmus Napitupulu dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (9/2/2018).
Erasmus mengatakan, pemerintah dan DPR menginisiasi untuk mengatur perilaku seksual seluruh warga negara berdasarkan standar moral yang konservatif dalam R-KUHP. Misalnya, baik laki-laki maupun perempuan yang berhubungan seks di luar nikah, dijatuhi hukuman pidana.
Baca juga : Perluasan Definisi Perzinahan dalam UU KUHP Telah Masuki Ranah Privat
Menurut Erasmus, perluasan pasal terkait hubungan privat warga negara ini justru akan menyasar kelompok rentan. Misalnya, korban perkosaan yang tak bisa membuktikan perkosaan atau jika pelaku perkosaan mengaku suka sama suka, pasangan tanpa surat nikah.
Namun, di sisi lain, Pasal 505 R-KUHP mengenai Perjudian, DPR dan Pemerintah justru seakan menyimpangi pandangan moral dengan memasukkan ketentuan mengenai pidana untuk judi tanpa izin.
"Dalam Pasal 505 dapat dikatakan bahwa judi dapat dilegalkan selama memiliki izin," kata Erasmus.
Baca juga : Konsep Perzinahan di RUU KUHP Diusulkan Diperluas
Pasal 505 R-KUHP berbunyi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang tanpa izin: menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan menjadikannya sebagai mata pencahariannya atau turut serta dalam perusahaan perjudian; menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari ada tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk menggunakan kesempatan tersebut; atau menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian.
"Dengan dimasukkannya pasal perjudian tanpa izin, justru akan melegitimasi perjudian dengan izin yang seyogyanya kalau dilihat tetap bertentangan dengan moral bangsa," kata Erasmus.
Menurut ICJR, inkonsistensi ini menunjukkan bahwa tidak ada indikator moral yang jelas dalam perumusan dan pembahasan RKUHP. Di satu sisi sebagian fraksi DPR dan pemerintah sangat bersikeras mengatur kriminalisasi hubungan privasi warga negara untuk alasan moral, namun di sisi lain membuka celah legalisasi judi.