Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Panja KUHP: Sebut Presiden "Bodoh" Bisa Dipidana

Kompas.com - 05/02/2018, 15:52 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan KUHP Arsul Sani menilai, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden tak menutup ruang bagi masyarakat untuk melancarkan kritik.

Menurut dia, masyarakat masih bisa mengkritik presiden dan wakil presiden dengan menggunakan bahasa yang santun dan disertai dengan data yang bisa dibuktikan.

"Dalam rangka mempertahankan diri, misalnya presiden mengkritisi partai oposisi, politisi partai oposisi menjawab dengan hal yang sama, itu kan tidak kemudian penghinaan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2018).

(Baca juga : Pernah Dibatalkan MK, Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi di RKUHP)

Namun, jika mengkritik presiden dan wakil presiden dengan menggunakan kata-kata kasar seperti menyebut bodoh dan tolol, menurut Arsul, hal itu masuk dalam pasal penghinaan kepala negara sehingga bisa dipidana.

Ia menambahkan, meski penggunaan kata-kata kasar tersebut disertai dengan data yang valid, tetap saja hal itu merupakan penghinaan terhadap kepala negara.

Menurut dia, kala mengkritik masyarakat tidak perlu menggunakan kata-kata kasar karena substansi tetap bisa tersampaikan.

Hal itu juga sesuai dengan kultur Indonesia yang menjunjung tinggi sopan santun.

(Baca juga : Politisi Nasdem: Pasal Penghinaan Presiden untuk Jaga Kewibawaan)

Ia menambahkan, meski Indonesia menganut sistem demokrasi, namun bukan berarti melupakan sopan santun sebagai ciri khas bangsa.

"Kalau mengatakan presiden bodoh seperti kerbau terus bawa kerbau, ya memang itu menghina menurut saya. Mengatakan presiden itu goblok, tolol dan sebagainya itu enggak pantes karena itu memang bukan kultur kita untuk mengkritisi," tutur dia.

"Kalau Anda cuma diminta tak gunakan kata tolol, kata goblok, dengan menggunakan kata tidak benar, presiden salah, presiden keliru apa bedanya? Sekarang terhadap orangtua Anda pantas enggak? Mungkin di negara barat biasa aja," lanjut dia.

Kompas TV Pasal Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam revisi Undang-Undang KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com