Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Temukan Indikasi Maladministrasi oleh Polisi pada Pemeriksaan Saksi Kasus Novel

Kompas.com - 06/02/2018, 12:51 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menemukan indikasi maladministrasi oleh pihak kepolisian dalam pemeriksaan Muhammad Lestaluhu, saksi dalam kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Pihak kepolisian yang diindikasi melakukan maladministrasi yakni penyidik pada Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Utara.

Lestaluhu mengadukan penyidik Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Utara ke Ombudsman karena merasa dirugikan.

Setelah diperiksa sebagai saksi dalam kasus Novel Baswedan, Lestaluhu kehilangan pekerjaannya.

Baca juga: Dahnil Azhar: Saya Pesimistis Polisi Mau Menuntaskan Kasus Novel

Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengaatakan, setelah menindaklanjuti laporan Lestaluhu, Ombudsman menemukan empat indikasi maldministrasi yang dilakukan polisi.

Pertama, terdapat maladministrasi penyimpangan prosedur dalam pemeriksaan Lestaluhu sebagai saksi.

"Ketika mereka manggil Lestaluhu, ternyata mereka manggilnya lewat telepon. Harusnya enggak boleh, surat dulu, barunya orangnya datang," kata Adrianus, di Gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Maladministrasi kedua, polisi terindikasi melakukan tindakan sewenang-wenang. Saat memeriksa Lestaluhu sebagai saksi, ada upaya paksa seperti penjemputan dan menginapkan Lestaluhu di kantor polisi selama 2 hari.

Padahal, hal tersebut tidak boleh dilakukan terhadap seseorang yang masih berstatus saksi. Hal ini membuat perusahaan tempat Lestaluhu bekerja tidak memperpanjang kontrak kerjanya.

"Polri menjadi tidak peka karena kegiatan pemanggilannya berimplikasi pada pekerjaan si ML. Memang bukan urusan polisi, tapi harusnya peka, karena sudah dipanggil berkali-kali lalu tempat di mana dia kerja gusar seakan-akan dia pembunuhnya (Novel)," ujar Adrianus.

Baca juga: 2017, Tahun Kelam untuk Novel Baswedan dan Pemberantasan Korupsi

"Secara substansi benar (memanggil saksi) tapi administrarifnya salah. Maka saya bilang segera penuhi suratnya, lengkapi, sehingga prosesnya jadi benar, tujuannya jadi benar, administrasinya jadi benar," ujar Adrianus.

Maladministrasi ketiga, tidak kompeten. Ombudsman menduga, penyidik terburu-terburu dalam melakukan pengusutan karena adanya desakan publik untuk mengungkap kasus Novel Baswedan. Hal ini membuat polisi menjadi tidak kompeten dalam memeriksa Lestaluhu.

Keempat, perbuatan maladministrasi tidak patut. Dalam memeriksa seorang saksi dan tersangka, kata Adrianus, penyidik wajib menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Dalam kasus Lestaluhu, polisi dianggap melakukan tindakan penyidikan sehingga publik memberikan kesan kuat bahwa Lestaluhu adalah tersangka.

Seharusnya penyelenggaraan penyidikan dan penyelidikan diantisipasi dengan cermat serta melihat potensi yang dapat merugikan masyarakat atau saksi.

Halaman:


Terkini Lainnya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com