Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Daerah "Rela" Korupsi Demi Pilkada, Mengapa Demikian?

Kompas.com - 05/02/2018, 12:29 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus yang menjerat Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko merupakan salah satu contoh penyelenggara negara yang rela melalukan korupsi demi mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Diketahui, Nyono merupakan calon petahana yang kembali mencalonkan diri sebagai Bupati Jombang dalam Pilkada serentak 2018. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) uang suap yang diterima Nyono dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti digunakan untuk ongkos politik ikut Pilkada.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kepala daerah melakukan korupsi.

"Sejak sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, sang calon membutuhkan biaya agar dapat dikenal para pemilih," ujar Fickar kepada Kompas.com, Senin (5/2/2018).

Baca juga : Puskesmas Dikutip hingga Rp 34 Juta untuk Suap Bupati Jombang

Calon tersebut membutuhkan biaya survei, turnamen olahraga, ataupun kegiatan massal untuk memperkenalkan dirinya ke masyarakat. Tak terkecuali oleh petahana meski sosoknya telah dikenal sebelumnya.

"Tentu saja ini butuh biaya banyak," kata Fickar.

Selain itu, calon tersebut harus membayar "sewa perahu", yakni partai politik, untuk mengusung dirinya. Mahar politik yang dibutuhkan juga memiliki angka yang besar. Apalagi jika butuh koalisi beberapa parpol.

Fickar mengatakan, biaya kampanye dan saksi juga tidak murah. Namun, biaya politik yang besar itu tak cukup ditutupi dari pendapatan murni kepala daerah.

Baca juga : KPU: Status Tersangka, Nyono Tak Gugur sebagai Peserta Pilkada Jombang

Imbasnya, akumulasi dari pengeluaran-pengeluaran itu menyebabkan kepala daerah mencari uang tambahan. Jika sudah terpilih sebagai kepala daerah, maka dia akan mencari peluang untuk memgembalikan ongkos yang sudah dikeluarkan. Apalagi jika kepala daerah tersebut kembali mencalonkan diri dan butuh dana lebih banyak lagi.

"Konsesi-konsesi sumber daya alam biasanya diobral walaupun merusak lingkungan, dan lain sebagainya," kata Fickar.

Fickar menilai, sistem pengawasan pemerintah masih sangat lemah di semua tingkatan, termasuk terhadap puncak pimpinan. Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya keterlibatan maayarakat untuk ikut mengawasi.

Terkait penangkapan Nyono, Fickar menyebut Bawaslu berwenang merekomendasikan pembatalan pencalonan ke Komisi Pemilihan Umum.

"Untuk sementara kariernya habis, tapi orang politik itu bisa 'mati' berkali-kali," kata Fickar.

Baca juga : Bupati Jombang Mengaku Uang Suap dari Plt Kadis Kesehatan untuk Anak Yatim

"Jika sudah menjalani hukuman bisa terjun lagi ke politik," lanjut dia.

Dalam kasus Nyono, suap tersebut diberikan oleh Inna agar Nyono, selaku bupati, menetapkan Inna sebagai Kepala Dinas Kesehatan definitif.

Total suap yang diberikan kepada Nyono, kata Laode, berjumlah Rp 275 juta.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengungkapkan bahwa sebagian uang suap tersebut digunakan Nyono sebagai dana kampanye dalam Pilkada 2018.

"Diduga sekitar Rp 50 juta telah digunakan NSW (Nyono) untuk membayar iklan terkait rencananya maju dalam Pilkada Kabupaten Jombang 2018," ujar Laode.

Menurut Laode, uang suap tersebut berasal dari kutipan atau pungutan liar jasa pelayanan kesehatan dan dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang. Pungutan liar itu sudah dikumpulkan sejak Juni 2017 dengan jumlah total sekitar Rp 434 juta.

Kompas TV Bupati Jombang diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Inna Silestyowati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com