JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo enggan menanggapi substansi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini masih dibahas di DPR RI.
Ketentuan perluasan sejumlah pasal menuai polemik di masyarakat.
"Urusan legislasi itu di DPR. Ya sudah," ujar Jokowi kepada wartawan seusai menghadiri Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2018).
Jokowi menyerahkan proses penggodokan segala regulasi ke lembaga perwakilan rakyat.
Baca juga: Pasal Korupsi dalam Rancangan KUHP Dinilai Masih Rawan Masalah
Saat ditanya bahwa pembahasan di DPR juga melibatkan pemerintah, Presiden Jokowi tetap menyatakan hal yang sama.
"Iya, tapi harus ngerti bahwa urusan legislasi itu urusannya DPR," ujar Jokowi.
Diberitakan, Panitia Kerja DPR telah selesai membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana.
Saat ini, tim perumus dan tim sinkroninasi sedang melakukan pembahasan sebelum disahkan pada rapat paripurna DPR.
Namun, sejumlah pasal pada RKUHP masih menuai polemik di publik.
Baca juga: Pasal Zina di Ruu KUHP Dikhawatirkan Buat Masyarakat Main Hakim Sendiri
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia menilai, DPR maupun pemerintah perlu menghentikan semua proses dan menunda pengesahan RKUHP karena memiliki permasalahan mendasar.
Pertama, penyusunan pasal-pasal dalam RUU KUHP itu menyangkal kebutuhan terpenting dalam sistem hukum yaitu adanya monitoring dan evaluasi ketentuan pidana.
Kedua, RKUHP masih mempertahankan pasal yang pernah diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, sebagaimana disebutkan dalam Naskah Akademik, pembaruan terhadap KUHP memiliki misi besar sebagai peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional.
Baca juga: Pakar Pidana: Korupsi Sektor Swasta Seharusnya Masuk UU Tipikor, Bukan KUHP
Salah satu turunan dari tujuan besar tersebut adalah dekolonialisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, demokratisasi hukum pidana, dan penyesuaian terhadap perkembangan nasional maupun internasional.
Namun, dari RKUHP yang ada hingga saat ini, terlihat bahwa misi untuk melakukan setidaknya demokratisasi hukum pidana belum tercapai. Ancaman pidana penjara masih cukup tinggi dan dikedepankan.