Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan RKUHP Harus Dihentikan, Ini Alasannya..

Kompas.com - 02/02/2018, 08:09 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko S. Ginting berpendapt, pemerintah dan DPR sebaiknya menghentikan seluruh proses sekaligus menunda pengesahan RKUHP.

"Kami mendesak pemerintah dan DPR untuk menunda pengesahan RKUHP dan membuka kepada publik semua dokumen serta proses perumusan RKUHP agar dapat dicermati dan dikawal lebih lanjut," ujar Miko dalam keterangan pers, Kamis (1/2/2018).

Miko menilai, pembahasan RKUHP mempunyai tiga permasalahan mendasar. "Pertama, penyusunan pasal-pasal dalam RKUHP menyangkal kebutuhan terpenting dalam sistem hukum yaitu adanya monitoring dan evaluasi ketentuan pidana," lanjut dia.

Miko menjelaskan, sebuah undang-undang, selama ini disusun, disahkan kemudian direvisi lagi dengan penambahan sanksi pidana tanpa melalui monitoring dan evaluasi mengenai efektivitas serta dampak dari pengaturan materinya.

Bentuk monitoring dan evaluasi yang dimaksud dapat dilakukan dengan meneliti penerapan pasal-pasal pidana melalui tuntutan dibuat jaksa penuntut umum dan putusan yang telah ditetapkan oleh hakim.

Baca juga: Menyoal Pasal "Zombie", Pasal Mati yang Hidup Kembali dalam RKUHP

Hal ini akan sangat bermanfaat ketika pemerintah hendak menentukan pola dan besaran ancaman pidana pada suatu tindak pidana.

"Nah tetapi dalam dokumen-dokumen pembahasan RKUHP, sama sekali tidak terdapat argumen penerapan sanksi-sanksi ini berefleksi bagaimana sanksi-sanksi tersebut digunakan dalam praktik," ujar Miko.

Kedua, RKUHP masih mempertahankan pasal yang pernah diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku untuk umum (erga omnes).

Contohnya, diatur kembali pasal inkonstitusional, seperti pasal penghinaan terhadap presiden dalam RKUHP. Ini menunjukkan tidak taatnya penyusun RKUHP pada konsep ketatanegaraan Indonesia.

Baca juga: "Pasal Zina di RKUHP Juga Berbahaya bagi Politisi, tetapi Mereka Tak Sadar..."

Pasal yang dimaksud adalah pasal 264 RKUHP yang berbunyi :

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

"Pasal yang bermuatan sama telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan No. 013-022/PUU-IV/2006. Ketidakkonsistenan dalam penyusunan pasal-pasal dalam RKUHP dengan putusan MK ini merupakan indikasi berikut bahwa RKUHP memiliki permasalahan mendasar," ujar Miko.

Ketiga, sebagaimana disebutkan dalam Naskah Akademik, pembaruan terhadap KUHP seharusnya memiliki misi besar sebagai peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional. Tujuan besarnya adalah dekolonialisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, demokratisasi hukum pidana, dan penyesuaian terhadap perkembangan nasional maupun internasional.

Baca juga: Dalam RKUHP, Penyebar Meme yang Menghina Presiden Bisa Dipidana

Tujuan besar itu hanya dapat dicapai dengan membentuk KUHP yang berorientasi pada perlindungan hak warga negara.

Namun dari RKUHP yang ada hingga saat ini, terlihat bahwa misi untuk melakukan setidaknya demokratisasi hukum pidana belum tercapai.

"Sebab ancaman pidana penjara masih cukup tinggi dan dikedepankan. Meskipun terdapat beberapa jenis pemidanaan baru seperti pidana kerja sosial, ternyata tidak berbanding lurus dengan paradigma pemenjaraan yang masih kental dalam Rancangan KUHP," ujar Miko.

Kompas TV DPR sejauh ini masih terus membahas perluasan pasal yang mengatur tentang perzinahan dan kriminalisasi kelompok LGBT.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com