Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/02/2018, 16:02 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai, perluasan pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi menimbulkan upaya kriminalisasi.

Menurut Erasmus, ketentuan pasal tersebut justru akan membahayakan bagi para politisi, termasuk anggota DPR sebagai legislator.

Alasannya, tidak menutup kemungkinan pasal tersebut akan dimanfaatkan oleh lawan politik untuk menjebak.

"Pasal zina ini pasal mati, sebenarnya sangat berbahaya bagi politisi tapi mereka tidak sadar. Orang dengan mudah bisa menjebak politisi dengan pakai pasal itu," ujar Erasmus, saat ditemui di Kantor ICJR, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (31/1/2018).

Baca juga: Dalam Pasal Zina RKUHP, Korban Pemerkosaan Berpotensi Dipenjara Lima Tahun

Pasal 484 ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, menyatakan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dikategorikan zina.

Tindak pidana zina tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Sementara, pada Pasal 484 ayat (2) diatur mengenai pihak-pihak yang dapat melaporkan tindak pidana zina yakni suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan.

Erasmus menilai, pasal tersebut sangat bersifat karet dan membuka peluang penyalahgunaan atau kriminalisasi.

"Orang bisa saja kirim lawan jenis ke kamarnya lalu minta mengaku mereka bersetubuh ya selesai," kata Erasmus.

Baca juga: Hindari Persekusi, Ketentuan Pelapor dalam Pasal Zina Perlu Diperketat

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) Komisi III, muncul usulan untuk memperluas pasal zina.

Selama ini, perbuatan zina yang bisa dipidana mensyaratkan adanya ikatan perkawinan

Sementara, dalam RKUHP diusulkan dua orang yang melakukan zina tanpa ikatan perkawinan yang sah bisa dipidana dan termasuk dalam delik aduan.

Diketahui draf RKUHP tersebut tengah dibahas antara DPR dan pemerintah sebelum disahkan dalam rapat paripurna 14 Februari 2018.

Kompas TV Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy meminta isu tentang perilaku LGBT tidak dijadikan sebagai pencitraan politik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Soal Peresmian Media Center Indonesia Maju, Menkominfo: Tanya yang Bikin

Soal Peresmian Media Center Indonesia Maju, Menkominfo: Tanya yang Bikin

Nasional
RUU DKJ, PAN Usul Gubernur dan Wali Kota di Jakarta Dipilih Rakyat

RUU DKJ, PAN Usul Gubernur dan Wali Kota di Jakarta Dipilih Rakyat

Nasional
Ketua DPP PDI-P Hamka Haq Meninggal Dunia

Ketua DPP PDI-P Hamka Haq Meninggal Dunia

Nasional
KPK Duga Eks Wamenkumham Buka Blokir Hasil RUPS atas Permintaan Tersangka Penyuapnya

KPK Duga Eks Wamenkumham Buka Blokir Hasil RUPS atas Permintaan Tersangka Penyuapnya

Nasional
Mayjen Saleh Mustafa Resmi Jabat Pangkostrad

Mayjen Saleh Mustafa Resmi Jabat Pangkostrad

Nasional
Ketika Cak Imin Berkelakar Ada Pejabat yang Pindahkan Matahari karena Kepanasan...

Ketika Cak Imin Berkelakar Ada Pejabat yang Pindahkan Matahari karena Kepanasan...

Nasional
Sandiaga: Pak Ganjar itu Jokowi 3.0, Sosok Pak Jokowi di 2024

Sandiaga: Pak Ganjar itu Jokowi 3.0, Sosok Pak Jokowi di 2024

Nasional
KPK Sebut Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Janjikan Kasus Pengusaha di Bareskrim Di-SP3

KPK Sebut Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Janjikan Kasus Pengusaha di Bareskrim Di-SP3

Nasional
Di Hadapan Relawan, Cak Imin: Silakan Bandingkan Siapa yang Sungguh-sungguh dan Bergimik Ria

Di Hadapan Relawan, Cak Imin: Silakan Bandingkan Siapa yang Sungguh-sungguh dan Bergimik Ria

Nasional
Ingin Debat Capres Berbobot, Fahira Idris: Mulai dengan Perbedaan Pendapat Antarpaslon

Ingin Debat Capres Berbobot, Fahira Idris: Mulai dengan Perbedaan Pendapat Antarpaslon

Nasional
KPK Duga Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Terima Suap dan Gratifikasi Rp 8 Miliar dari Pengusaha

KPK Duga Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Terima Suap dan Gratifikasi Rp 8 Miliar dari Pengusaha

Nasional
TNI Kerahkan 22.893 Prajurit Amankan Natal dan Tahun Baru 2024

TNI Kerahkan 22.893 Prajurit Amankan Natal dan Tahun Baru 2024

Nasional
KPK Masih Kejar Uang Pengganti Kasus E KTP

KPK Masih Kejar Uang Pengganti Kasus E KTP

Nasional
KPK Tetapkan Penyuap Eks Wamenkumham sebagai Tersangka

KPK Tetapkan Penyuap Eks Wamenkumham sebagai Tersangka

Nasional
Amnesty International Serahkan Agenda HAM ke 3 Tim Kampanye Capres-Cawapres

Amnesty International Serahkan Agenda HAM ke 3 Tim Kampanye Capres-Cawapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com