JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai, perluasan pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi menimbulkan upaya kriminalisasi.
Menurut Erasmus, ketentuan pasal tersebut justru akan membahayakan bagi para politisi, termasuk anggota DPR sebagai legislator.
Alasannya, tidak menutup kemungkinan pasal tersebut akan dimanfaatkan oleh lawan politik untuk menjebak.
"Pasal zina ini pasal mati, sebenarnya sangat berbahaya bagi politisi tapi mereka tidak sadar. Orang dengan mudah bisa menjebak politisi dengan pakai pasal itu," ujar Erasmus, saat ditemui di Kantor ICJR, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (31/1/2018).
Baca juga: Dalam Pasal Zina RKUHP, Korban Pemerkosaan Berpotensi Dipenjara Lima Tahun
Pasal 484 ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, menyatakan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dikategorikan zina.
Tindak pidana zina tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Sementara, pada Pasal 484 ayat (2) diatur mengenai pihak-pihak yang dapat melaporkan tindak pidana zina yakni suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan.
Erasmus menilai, pasal tersebut sangat bersifat karet dan membuka peluang penyalahgunaan atau kriminalisasi.
"Orang bisa saja kirim lawan jenis ke kamarnya lalu minta mengaku mereka bersetubuh ya selesai," kata Erasmus.
Baca juga: Hindari Persekusi, Ketentuan Pelapor dalam Pasal Zina Perlu Diperketat
Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) Komisi III, muncul usulan untuk memperluas pasal zina.
Selama ini, perbuatan zina yang bisa dipidana mensyaratkan adanya ikatan perkawinan
Sementara, dalam RKUHP diusulkan dua orang yang melakukan zina tanpa ikatan perkawinan yang sah bisa dipidana dan termasuk dalam delik aduan.
Diketahui draf RKUHP tersebut tengah dibahas antara DPR dan pemerintah sebelum disahkan dalam rapat paripurna 14 Februari 2018.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.