Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadwal Praperadilan Fredrich Dimajukan, KPK Nilai di Luar Kebiasaan

Kompas.com - 29/01/2018, 22:14 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan, jadwal sidang gugatan praperadilan yang diajukan Fredrich Yunadi dimajukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadi 5 Februari 2018.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK sudah menerima surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan soal jadwal sidang yang berubah tersebut.

Awalnya KPK menerima panggilan sidang dari pengadilan untuk sidang tanggal 12 Februari. Namun, pengadilan hari ini kembali mengirim surat bahwa sidang praperadilan Fredrich dimajukan menjadi 5 Februari 2018.

KPK menilai, ada hal di luar kebiasaan dari berubahnya jadwal sidang perdana ini. Sebab, perubahan jadwal sidang itu terjadi justru setelah Fredrich mencabut gugatan pertamanya, dan mengajukan ulang permohonan gugatannya.

"Tadi baru diterima suratnya oleh Biro Hukum KPK. Agak di luar kebiasaan pencabutan permohonan dan memasukkan permohonan baru, justru jadwal dipercepat dari 12 Februari menjadi 5 Februari," kata Febri, lewat keterangan tertulis, Senin (29/1/2018).

(Baca juga: Sidang Perdana Praperadilan Fredrich Yunadi Digelar 12 Februari)

Secara umum, lanjut Febri, ada sejumlah hal yang dipersoalkan Fredrich dalam gugatan praperadilan terhadap KPK.

Pertama, dalam gugatan, penyelidikan KPK atas dirinya dinilai tidak didasarkan adanya laporan masyarakat.

Mantan pengacara Setya Novanto itu juga mempersoalkan penetapan tersangkanya tanpa ada pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.

Fredrich juga mempertanyakan proses penyidikan yang hanya berlangsung tiga hari sebelum ditetapkan tersangka. Hal ini dinilai sangat cepat.

Poin lainnya yang dipersoalkan dalam gugatan yakni terkait, penyitaan, permintaan penundaan pemeriksaan sebagai tersangka dengan alasan menunggu diperiksa di Peradi, dan soal penangkapan.

Febri memastikan KPK dapat menjawab sejumlah hal yang dipersoalkan Fredrich dalam gugatan tersebut. KPK yakin dengan seluruh proses formil ataupun kekuatan alat bukti yang dimiliki sudah sesuai dengan aturan.

(Baca juga: Kuasa Hukum Fredrich Yunadi Kritik Prosedur Penangkapan oleh KPK)

Penangkapan Fredrich, misalnya, dilakukan KPK mengacu pada Pasal 17 KUHAP. Dalam hal penahanan mengacu pada Pasal 21 KUHAP.

"Termasuk tentang ketentuan UU KPK yang berlaku khusus bahwa sejak penyelidikan sudah dapat mencari alat bukti, dan ketika ditingkatkan ke penyidikan, sudah ada tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup," ujar Febri.

KPK sebelumnya telah menetapkan advokat Fredrich Yunadi dan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan merintangi penyidikan.

Menurut KPK, ada dugaan keduanya bersekongkol.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com