Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Realisasikan Putusan MK soal Penghayat Kepercayaan

Kompas.com - 19/01/2018, 14:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok masyarakat sipil mendesak pemerintah segera menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencantuman status penghayat kepercayaan dalam kartu identitas kependudukan (e-KTP).

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.

Dengan demikian warga penganut penghayat kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

"Karena MK sudah memutuskan dan menafsirkan berarti negara harus menjalankan apa yang diputuskan oleh MK. Artinya pemerintah harus segera memenuhi hak-hak sipil penghayat kepercayaan," ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos saat dihubungi, Kamis (18/1/2018).

(Baca juga: Setara Institute: E-KTP Khusus Penghayat Kepercayaan Timbulkan Diskriminasi)

Menurut Bonar, pasca-putusan MK, pemerintah seharusnya cepat memutuskan ketentuan teknis pencantuman status penghayat kepercayaan.

Jika dibiarkan berlarut-larut, lanjut Bonar, maka pemerintah akan dipandang tidak sejalan dengan perintah konstitusi.

"Kalau pemerintah tidak bekerja sesuai dengan apa yang diputuskan MK ini kan bisa berarti pemerintahnya yang melakukan pelanggaran konstitusi. Ini berbahaya," tuturnya.

Selain pemenuhan hak sipil, implementasi putusan MK juga dinilai perlu sebagai penjaminan atas hak politik warga penghayat kepercayaan. Mengingat, sebentar lagi pemerintah akan menyelenggarakan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

"Pemerintah seakan-akan masih menunggu dan ini menjadi urgen karena sebentar lagi pilkada dan pilpres. jadi persoalan administrasi kependudukan ini harus segera selesai," kata Bonar.

Secara terpisah Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Basri Bermanda menegaskan bahwa pihaknya sepakat pelaksanaan pelayanan hak-hak sipil warga negara di dalam hukum dan pemerintahan tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi.

"MUI sepakat pelaksanaan pelayanan hak-hak sipil warga negara di dalam hukum dan pemerintahan tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi sepanjang hal tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Basri saat memberikan keterangan di kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2018).

(Baca juga: MUI: Pelayanan Hak Sipil terhadap Penghayat Kepercayaan Tak Boleh Berbeda)

Oleh sebab itu, lanjut Basri, pemerintah harus segera merealisasikan putusan MK terhadap warga penghayat kepercayaan.

Ia menegaskan, hak memiliki kartu identitas juga dimiliki oleh kelompok penghayat kepercayaan sebagai bagian dari warga negara Indonesia.

"Pembuatan KTP elektronik untuk penghayat kepercayaan tersebut hendaknya dapat segera direalisasikan untuk memenuhi hak warga negara yang masuk kategori penghayat kepercayaan," tuturnya.

"MUI menghormati perbedaan agama, keyakinan, dan kepercayaan setiap warga negara karena hal tersebut merupakan implementasi dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Basri.

Senada dengan MUI, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga meminta pemerintah segera memenuhi hak sipil warga penghayat kepercayaan.

"Kami dari PGI selama ini kan ikut memperjuangkan pemenuhan hak-hak sipil semua warga negara, apapun agama dan kepercayaannya," ujar Sekretaris Umum PGI Pendeta Gomar Gultom saat dihubungi, Rabu (17/1/2018).

"PGI sangat menyambut gembira putusan MK tentang pencantuman identitas kelompok penghayat kepercayaan atau penganut agama-agama lokal di Indonesia karena hanya dengan demikian semua orang diperlakukan sama haknya," ucapnya.

Gomar menegaskan, pasca-putusan MK, pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, harus segera membuat ketentuan teknis dalam mencantumkan status penghayat kepercayaan di e-KTP.

Mengingat ada sejumlah pihak yang mempersoalkan putusan MK tersebut.

Menurut Gomar, ketentuan pencantuman status penghayat kepercayaan dari Kemendagri penting untuk diterbitkan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam pemenuhan hak sipil.

"Teknisnya yang harus dipikirkan. Tapi bahwa prinsip negara harus melayani semua pencatatan sipil bagi seluruh warga negara itu sebuah keharusan," kata Gomar.

(Baca juga: Hapus Diskriminasi Penghayat Kepercayaan)

Halaman:


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com