Jika ditambah dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid, Golkar kini memiliki empat kursi di kabinet.
Selain Golkar, Partai Hanura juga mendapat tambahan jatah kursi. Moeldoko yang dipercaya sebagai Kepala Staf Presiden adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura.
Mantan Panglima TNI ini mulai bergabung di Hanura sejak kepengurusan Oesman Sapta Odang. Dengan bergabungnya Moeldoko di kabinet, Hanura kini memiliki dua kursi menteri.
Satu menteri lainnya adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.
Tambahan Jenderal
Reshuffle kabinet kemarin juga menambah daftar jenderal TNI-Polri di dalam lingkaran pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Moeldoko yang dipercaya sebagai Kepala Staf Kepresidenan adalah purnawirawan jenderal bintang empat.
(Baca juga: Kata Moeldoko, Kehadiran Jenderal di Sekitar Jokowi Beri Warna Tersendiri)
Ia menjadi Panglima TNI di dua pemerintahan sekaligus, yakni di akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan di awal pemerintahan Jokowi.
Selain Moeldoko, ada Agum Gumelar yang dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Agum adalah purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Jenderal.
Agum pernah menduduki jabatan penting, di antaranya Menteri Perhubungan, Menko Polhukam, Menteri Pertahanan, Gubernur Lemhanas, Ketua Umum PSSI, Ketua KONI, dan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-Polri.
Berdasarkan catatan Kompas.com, kini ada 10 jenderal TNI/Polri yang dipercaya Jokowi mengisi posisi penting, mulai dari menteri, kepala lembaga, hingga staf khusus Presiden.
Persiapan Pilpres 2019
Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, reshuffle kali ini tak terlepas dari persiapan Jokowi sebagai petahana untuk menghadapi Pemilu Presiden 2019.
Menurut dia, Jokowi ingin menunjukkan dirinya bisa bergerak 100 persen dalam mengendalikan pemerintahan.
Jokowi juga ingin menegaskan bahwa ia tak ingin bergantung 100 persen kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang selama ini menjadi parpol pendukung utamanya.
“Dia harus bangun lingkaran politik baru, dia sebagai patron, bukan Megawati lagi,” kata Arya.