JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo kembali menambah purnawirawan Jenderal TNI ke lingkaran Istana Kepresidenan. Kali ini, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko yang ditarik untuk menjadi Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai, kian banyaknya purnawirawan Jenderal TNI di sekitar Presiden menunjukkan masih adanya persoalan dalam konteks hubungan kepemimpinan sipil-militer di Indonesia.
"Ada semacam inferioritas yang masih menghinggapi kalangan sipil dalam memandang dan berhubungan dengan militer," ujar Gufron kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Gufron menjelaskan, inferioritas di kalangan pemimpin sipil memunculkan langkah-langkah politik dari elite sipil untuk melibatkan militer, baik aktif maupun purnawirawan, untuk memperkuat legitimasi dan kekuasaannya.
(Baca juga: Perjalanan Moeldoko, dari Panglima TNI hingga Ditunjuk Presiden Jadi KSP)
Menurut Gufron, Presiden memang memiliki hak prerogatif untuk memilih siapa saja orang yang akan membantunya menjalankan tugas negara, termasuk purnawirawan Jenderal.
Namun, pemilihan tersebut harus mempertimbangkan kompetensi dan integritas. Dengan demikian, pemilihan bukan sebagai bagian dari sharing power yang bernuansa transaksional.
Gufron mengatakan, orang dengan latar belakang apa pun bisa dipilih asal syarat-syarat di atas memang terpenuhi.
(Baca juga: Kredibel dan Berpengalaman, Moeldoko Dianggap Pantas Jabat KSP)
Masalahnya, tutur Gufron, tidak semua purnawirawan TNI yang ada di sekitar Jokowi memenuhi kriteria di atas dan justru menjadi beban bagi pemerintahan jokowi.
Misalnya, ada purnawirawan TNI yang diduga punya masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, namun diangkat menduduki jabatan strategis di pemerintahan Jokowi.
Dengan mengangkat mereka, alih-alih bisa mewujudkan visi misi Presiden mereka, justru akan menjadi beban bagi pemerintahannya.
"Dengan kata lain, presiden tidak boleh asal pilih dan angkat tanpa proses seleksi yang ketat. Apalagi jika hal itu dimaksudkan hanya untuk berbagi kekuasaan dengan para pendukungnya," kata dia.
Sebelum Moeldoko, deretan Purnawirawan TNI-Polri sudah lebih dulu ada di lingkaran Istana. Mereka adalah Luhut Binsar Panjaitan, Ryamizard Ryacudu, Wiranto, Budi Gunawan, Sidarto Danusubroto, Subagyo Hadi Siswoyo, Yusuf Kartanegara, Gories Mere, hingga Agum Gumelar.