Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reshuffle, Komitmen yang Dilanggar, dan Persiapan Pilpres 2019

Kompas.com - 18/01/2018, 07:46 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo kembali melakukan perombakan kabinet di pengujung masa jabatannya. Berbeda dengan dua kali reshuffle sebelumnya, kali ini menteri yang diganti jauh lebih sedikit.

Tak ada juga pengumuman ke publik terlebih dulu layaknya dua kali reshuffle sebelumnya. Menteri dan pejabat yang baru hasil reshuffle langsung dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (17/1/2018).

Mereka adalah Idrus Marham sebagai Menteri Sosial, Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan, dan Agum Gumelar sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Idrus menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang maju dalam Pilkada Jawa Timur. Moeldoko menggantikan Teten Masduki yang digeser menjadi Koordinator Staf Khusus Presiden. Sementara Agum Gumelar menggantikan Hasyim Muzadi yang meninggal.

Namun, dari nama-nama yang baru masuk dan diganti, sorotan justru tertuju pada nama yang tidak diganti Jokowi. Nama itu adalah Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian yang juga Ketua Umum Partai Golkar.

Rangkap Jabatan

Sebelum reshuffle terjadi, sejumlah pihak sudah meminta Airlangga dicopot karena menyalahi komitmen larangan rangkap jabatan yang pernah disampaikan Jokowi.

Komitmen ini disampaikan Jokowi saat kampanye pilpres dan ditegaskan kembali setelah terpilih.

(Baca juga: PAN Minta Jokowi Konsisten soal Larangan Rangkap Jabatan)

Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golongan Karya sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1). Presiden melantik Idrus Marham sebagai Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mengundurkan diri untuk mengikuti Pilkada Jawa Timur. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc/18.ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golongan Karya sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1). Presiden melantik Idrus Marham sebagai Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mengundurkan diri untuk mengikuti Pilkada Jawa Timur. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc/18.

Sejumlah elite parpol, seperti Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani menyatakan tidak setuju dengan larangan rangkap jabatan itu.

Namun, Jokowi tetap jalan terus.

"Satu jabatan saja belum tentu berhasil, apalagi dua," ujar Jokowi saat itu.

Namun, kata-kata Jokowi itu tak berlaku bagi seorang Airlangga Hartarto. Jokowi beralasan, masa kerja kabinet saat ini hanya tersisa satu tahun lebih sedikit. Oleh karena itu, tak efektif apabila dilakukan pergantian di pos Menteri Perindustrian.

"Kita tahu, ya, Pak Airlangga ini kan di dalam, sudah jadi menteri. Ini kan tinggal satu tahun saja praktis ini kita. Kalau ditaruh orang baru ini belajar bisa enam bulan, kalau enggak cepat bisa setahun kuasai itu," kata Jokowi.

Jokowi juga beralasan, Airlangga adalah sosok yang sangat mengerti mengenai dunia perindustrian.

"Jangan sampai dalam kondisi ini berubah dan yang baru bisa belajar lebih (lama), ini kementerian yang tidak mudah," kata Jokowi.

(Baca juga: Jokowi Izinkan Airlangga Hartarto Rangkap Jabatan, Ini Alasannya)

Saat ditanya apakah larangan rangkap jabatan yang semula ditegaskan Jokowi di awal pemerintahan sudah tak berlaku, Jokowi tidak menjawab dengan tegas.

"Tadi kan sudah saya sampaikan jelas gitu, kok," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Langgar Komitmen

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai, rangkap jabatan Airlangga ini telah melanggar dan mencederai Jokowi yang melanggar menterinya rangkap jabatan.

"Tradisi pemerintahan Jokowi jadi rusak karena Airlangga Hartarto bisa rangkap jabatan," kata Pangi.

(Baca juga: Airlangga Rangkap Jabatan, Kalla Sebut Partai Bisa Diurus Malam Hari)

Pangi khawatir langkah ini akan membuat para politisi lain di kabinet mendapatkan angin segar untuk juga ikut merangkap jabatan menjadi pengurus parpol.

Ia mencontohkan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto bukan tidak mungkin akan kembali menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Sebab, Hanura saat ini tengah mengalami konflik kepentingan dan ada dorongan dari kader agar Wiranto kembali memimpin partai yang didirikannya itu.

"Ada angin segar juga bagi Wiranto rangkap jabatan menjadi Ketua Umum Hanura sekaligus Menko Polhukam," kata Pangi.

Pangi juga melihat, rangkap jabatan Airlangga ini akan membuatnya tidak fokus bekerja, baik di Kementerian Perindustrian maupun Partai Golkar.

Jatah Golkar dan Hanura

Tak dicopotnya Airlangga dari kursi Menperin secara otomatis membuat kursi Partai Golkar di kabinet bertambah.

Sebab, pada saat yang bersamaan, Idrus Marham yang dilantik sebagai Mensos juga adalah politisi senior partai berlambang pohon beringin.

Idrus saat ini bahkan masih menjabat Sekjen Partai Golkar. Namun, berbeda dengan Airlangga, Idrus menyatakan akan segera menanggalkan jabatannya.

(Baca juga: Pekan Ini, Golkar Bakal Umumkan Sekjen Baru Pengganti Idrus)

(Dari kiri ke kanan) Idrus Marham, Jenderal TNI (purn) Moeldoko, Agum Gumelar dan Marsekal Madya TNI Yuyu Sutisna saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1/2018).Fabian Januarius Kuwado (Dari kiri ke kanan) Idrus Marham, Jenderal TNI (purn) Moeldoko, Agum Gumelar dan Marsekal Madya TNI Yuyu Sutisna saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1/2018).

Ia memastikan tak akan masuk ke susunan kepengurusan baru Partai Golkar yang kini tengah disusun Airlangga.

Jika ditambah dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid, Golkar kini memiliki empat kursi di kabinet.

Selain Golkar, Partai Hanura juga mendapat tambahan jatah kursi. Moeldoko yang dipercaya sebagai Kepala Staf Presiden adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura.

Mantan Panglima TNI ini mulai bergabung di Hanura sejak kepengurusan Oesman Sapta Odang. Dengan bergabungnya Moeldoko di kabinet, Hanura kini memiliki dua kursi menteri.

Satu menteri lainnya adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.

Tambahan Jenderal

Reshuffle kabinet kemarin juga menambah daftar jenderal TNI-Polri di dalam lingkaran pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Moeldoko yang dipercaya sebagai Kepala Staf Kepresidenan adalah purnawirawan jenderal bintang empat. 

(Baca juga: Kata Moeldoko, Kehadiran Jenderal di Sekitar Jokowi Beri Warna Tersendiri)

Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki dan Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko.Fabian Januarius Kuwado Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki dan Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko.

Ia menjadi Panglima TNI di dua pemerintahan sekaligus, yakni di akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan di awal pemerintahan Jokowi.

Selain Moeldoko, ada Agum Gumelar yang dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Agum adalah purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Jenderal.

Agum pernah menduduki jabatan penting, di antaranya Menteri Perhubungan, Menko Polhukam, Menteri Pertahanan, Gubernur Lemhanas, Ketua Umum PSSI, Ketua KONI, dan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-Polri.

Berdasarkan catatan Kompas.com, kini ada 10 jenderal TNI/Polri yang dipercaya Jokowi mengisi posisi penting, mulai dari menteri, kepala lembaga, hingga staf khusus Presiden.

Persiapan Pilpres 2019

Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, reshuffle kali ini tak terlepas dari persiapan Jokowi sebagai petahana untuk menghadapi Pemilu Presiden 2019.

Menurut dia, Jokowi ingin menunjukkan dirinya bisa bergerak 100 persen dalam mengendalikan pemerintahan.

Jokowi juga ingin menegaskan bahwa ia tak ingin bergantung 100 persen kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang selama ini menjadi parpol pendukung utamanya.

“Dia harus bangun lingkaran politik baru, dia sebagai patron, bukan Megawati lagi,” kata Arya.

Kompas TV Berikut ini adalah profil para pejabat baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com