Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Sidang Pleno 2017, KY Usulkan 58 Hakim Dijatuhi Sanksi

Kompas.com - 17/01/2018, 08:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 orang hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Juru bicara KY, Farid Wajdi mengatakan, rekomendasi sanksi ini merupakan hasil pemeriksaan melalui proses sidang pleno selama 2017.

"Dengan putusan 36 berkas dinyatakan terbukti melanggar KEPPH dan 165 laporan tidak terbukti melanggar KEPPH," ujar Farid melalui keterangan tertulis, Rabu (17/1/2018).

Adapun rincian rekomendasi tersebut, yaitu 39 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi ringan, 14 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi sedang, dan 5 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi berat.

Farid mengatakan, dari 58 hakim terlapor itu, jenis pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah kesalahan ketik (typo error) sebanyak 20 hakim terlapor, bersikap tidak profesional dilakukan 19 hakim terlapor, bersikap tidak adil atau imparsial dilakukan 9 hakim terlapor.

Kemudian, berselingkuh dilakukan 7 hakim terlapor, serta masing-masing satu hakim terlapor untuk pelanggaran tidak menjaga martabat, penggunaan narkoba, dan rangkap jabatan karena hakim terlapor tersebut menjadi hakim mediator sekaligus ketua majelis untuk perkara yang sama.

(Baca juga: Dilibatkan dalam Pendidikan Pra-jabatan Calon Hakim, KY Apresiasi MA)

Hakim terlapor yang direkomendasikan dijatuhi sanksi mayoritas berasal dari provinsi Jawa Timur, yaitu 13 hakim terlapor. Terhadap rekomendasi itu, kata Farid, KY telah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung.

"KY telah menyampaikan surat rekomendasi sanksi ke MA terhadap 42 hakim terlapor, sementara 16 hakim terlapor lainnya masih dalam proses pengurusan administrasi di KY," kata Farid.

Farid mengatakan, menurut MA, dari 42 hakim terlapor itu, sembilan di antaranya dapat ditindaklanjuti.

Sementara sisanya, rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti. Meski begitu, MA menjadikannya sebagai catatan.

"KY mencermati bahwa ada ketidakkonsistenan MA dalam merespon usulan sanksi KY untuk tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial," kata Farid.

Farid menganggap MA tidak memiliki standar kualifikasi yang tegas untuk menjawab usulan sanksi dari KY.

MA dinilai masih tidak konsisten dalam menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang direkomendasikan.

Meski begitu, MA masih menunjukkan itikad baik dengan mengajak KY untuk membahas perbedaan tafsir teknis yudisial dengan perilaku dalam pembicaraan Tim Penghubung MA dan KY.

"Pemberian sanksi kepada hakim terlapor penting dilakukan sebagai bagian pendidikan etika sejak dini dan berkelanjutan. Jangan ada kesan MA menggunakan teknis yudisial sebagai bunker atau tameng untuk melindungi hakim yang berpotensi melanggar kode etik secara berulang-ulang," kata Farid.

Kompas TV Pada Agustus 2015 lalu, KY memberi sanksi 6 bulan non-palu bagi hakim Sarpin. Ternyata, MA tidak ikuti rekomendasi ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Nasional
Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com