Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berantas Mafia Peradilan Sulit jika Andalkan KY

Kompas.com - 08/10/2017, 15:16 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Yudisial (KY), Imam Ashori Saleh menilai, kasus korupsi yang menjerat sejumlah aparatur lembaga peradilan tidak lepas dari lemahnya sistem pengawasan yang dibangun, khusunya pengawasan hakim melalui KY. Sebab, ada sejumlah kewenangan KY yang telah dicabut.

Misalnya, poin 8 dan 10 yang ada di dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pada poin 8 diatur mengenai kriteria hakim yang dapat dikatakan berdisiplin tinggi, dan pada poin 10 diatur soal kriteria hakim agar bersikap profesional.

Menurut dia, dihapuskannya dua poin tersebut membuat KY kehilangan parameter dalam menguji adanya tindakan pelanggaran kode etik hakim ketika hakim menjalankan tugas dan fungsinya.

"Di negara-negara lain, dua poin itu dianggap penting dan menjadi kunci pengawasan terhadap hakim. Logikanya, dengan dihapuskannya dua poin itu, hakim tidak harus berdisiplin tinggi dan tidak usah profesional," kata Imam saat dihubungi, Minggu (8/10/2017).

(Baca: Sebulan 7 Kader Ditangkap KPK, Golkar Perlu Refleksi Total

Untuk diketahui, penghapusan kewenangan KY pada dua poin itu bermula dari uji materi yang diajukan oleh mantan Hakim Agung Henry P Pangabaen bersama Humala Simanjuntak, Lintong O Siahaan, dan Sarmanto Tambunan.

Para pemohon beralasan dua poin tersebut berpotensi menyebabkan hakim merasa ketakutan sehingga mengganggu independesinya dalam menangani perkara.

Dalam pertimbangannya, mejalis hakim menilai bahwa pengawasan eksternal oleh KY harus semata-mata menyangkut perilaku hakim guna menegakkan martabat dan kehormatan hakim.

Adapun kewenangan teknis hukum (yudisial) hanya sebatas mengenai isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, sesuai Pasal 42 UU No 48 Tahun 2009. Dengan demikian, tidak ada dasar hukum kewenangan bagi KY atas tugas pengawasan teknis hukum terhadap kasus yang belum berkekuatan hukum tetap.

(Baca: KPK Amankan Puluhan Ribu Dollar dalam OTT pada Jumat Malam

Oleh karena adanya pencabutan kewenangan KY tersebut, menurut Imam, sangat sulit jika publik berharap bahwa KY mampu mendorong cepat terwujudnya lembaga peradilan yang bersih.

"Kalau mengharap KY kayaknya susah," kata dia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado, Sulawesi Utara, Sudiwardono sebagai tersangka kasus suap.

Ia diduga menerima suap dari Anggota DPR RI Komisi XI Aditya Anugrah Moha yang juga sudah berstatus tersangka. Suap diberikan Aditya kepada Sudiwardono untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow.

Terdakwa dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan yang merupakan mantan Bupati Boolang Mongondow dua periode 2001-2006 dan 2006-2011.

Marlina merupakan ibu dari Aditya. Sementara Sudiwardono merupakan Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara Marlina.

Sebelumnya, pada Rabu, (6/9/2017) malam, KPK mengamankan hakim anggota Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana, dan Panitera pengganti di PN Tipikor Bengkulu, Hendra Kurniawan.

Dewi dan Hendra diduga menerima suap dari seorang PNS bernama Syuhadatul Islamy. Suap yang diterima Dewi dan Hendra terkait dengan penanganan perkara nomor 16/Pid.Sus-TPK/2017 PN Bgl dengan terdakwa Wilson. Commitment fee untuk keduanya diduga Rp 125 juta.

 

Kompas TV Politisi Golkar Aditya Moha diduga menyuap hakim agar ibunya bebas di tingkat banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com