JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa partai politik yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 tetap harus menjalani verifikasi faktual untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2019.
Menanggapi itu, Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (Oso) pun menyayangkan putusan MK tersebut.
"Sebetulnya menurut saya itu enggak perlu," ujar Oso ketika ditemui di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Oso beranggapan, verifikasi faktual tak perlu diulang-ulang. Lantaran, pada Pemilu 2014 sudah dilakukan.
"Ini kan partai sudah lama, namanya juga sudah verifikasi. Kok diulang-ulang lagi," kata Oso.
Menurut Oso, verifikasi faktual itu lebih tepat diwajibkan kepada partai politik baru yang akan ikut Pemilu 2019.
"Kalau mau ulang itu partai yang baru. Kalau partai yang lama, nanti marah semua partai-partai," kata dia.
(Baca juga: PSI Yakin KPU Patuhi Putusan MK soal Verifikasi Faktual Semua Parpol)
Meski demikian, Ketua DPD RI itu mengatakan bahwa ia bisa memahami putusan MK tersebut.
"Ini porsinya hukum. Jadi, saya enggak berani juga bilang oh ini salah. Cuma sebagai partai, saya kecewa juga. Dari segi hukum, kita taat hukum. Jadi apa yang sudah diputuskan itu ya itulah yang harus kita laksanakan," katanya.
"Jadi enggak ada, oh karena saya enggak suka harus ini. Enggak bisa. Ini ketetapan hukum yang telah diatur menurut mekanisme hukum. Kita harus patuh," terang dia.
MK sebelumnya mengabulkan uji materi dalam Pasal 173 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Uji materi ini diajukan Partai Idaman yang teregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017.
Pasal 173 ayat (1) berbunyi, "Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verilikasi oleh KPU".
(Baca juga: KPU Kaji Putusan MK soal Verifikasi Faktual Parpol Peserta Pemilu)
Sementara, Pasal 173 ayat (3) berbunyi, "Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu".
Awalnya, dengan ketentuan dua pasal ini, maka partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2014 tidak diverifikasi ulang dan langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019.
Namun, dengan putusan MK ini, maka ketentuan tersebut diubah.
Parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 tetap harus menjalani verifikasi faktual untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2019.
"Menyatakan frasa 'telah ditetapkan' dalam Pasal 173 ayat (1) bertentangan dengan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Arief.
"Menyatakan Pasal 173 ayat (3) bertentangan dengan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tambah dia.
Dalam pertimbangannya, MK menilai tidak adil apabila parpol peserta pemilu 2014 tak harus melalui verifikasi faktual.
Sebab, terjadi perubahan jumlah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dari tahun 2014 lalu hingga saat ini.
Padahal, syarat untuk lolos menjadi peserta pemilu mensyaratkan parpol memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, 75 persen jumlah kabupaten/kota, dan 50 persen jumlah kecamatan.
Parpol juga harus mempunyai kantor tetap di untuk kepengurusan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota.
Selain Partai Idaman, ada sejumlah pihak lain yang juga mengajukan uji materi pasal 173 UU Pemilu. Diantaranya adalah Partai Solidaritas Indonesia dengan nomor 60/PUU-XV/2017, Partai Perindo dengan nomor 62/PUU-XV/2017.