Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Sepanjang 2017, Hukum jadi Alat Kekuasaan

Kompas.com - 31/12/2017, 11:12 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menilai hukum kini semakin menjadi alat kekuasaan. Ketidakadilan hukum terus terjadi sepanjang tahun.

"Sepanjang 2017, saya memperhatikan negara kita justru makin bergerak ke arah negara kekuasaan. Pemerintah telah menjadikan hukum sebagai instrumen kekuasaan, bukan instrumen menegakkan keadilan," kata Fadil Zon dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/12/2017).

Ketidakadilan hukum, menurut Fadli, bisa dilihat dari perlakuan istimewa kepada terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama.

Ia mempertanyakan Kemendagri yang tak juga memberhentikan Ahok dari Gubernur DKI Jakarta saat sudah berstatus terdakwa. Ia juga mempertanyakan kenapa Ahok kini ditahan di dalam Rutan Mako Brimob, bukan di lembaga pemasyarakatan.

Baca juga : Natal Pertama Ahok di Mako Brimob...

"Inilah salah satu noda hitam dalam penegakkan hukum sepanjang tahun 2017," ucap Fadli.

Ketidakadilan hukum lainnya, lanjut Fadli, bisa dilihat dari upaya kriminalisasi terhadap lawan-lawan politik pemerintah, baik dengan tuduhan penyebar hoax, hate speech, dan sebagainya.

Perlakuan diskriminatif dan upaya kriminalisasi itu bisa dilihat dari perlakuan penegak hukum dalam menggunakan pasal yang ada di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ITE kerap digunakan untuk menekan mereka yang berseberangan dengan pemerintah.

Pada tahun 2017, Fadli mencatat ada beberapa orang yang pernah dijerat dengan UU ITE, antara lain Rijal, Jamran, Jonru, Faisal Tonong, Ahmad Dhani, Asma Dewi, Buni Yani. Semuanya adalah mereka yang selama ini berbeda haluan politik dengan pemerintah.

Baca juga : Buni Yani Divonis 1,5 Tahun Penjara

"Tidak ada buzzer 'istana’ yang pernah diperiksa polisi," kata Fadli.

Aparat hukum, lanjut Fadli, cepat sekali memproses hukum mereka yang menjadi oposan pemerintah, termasuk para ulama yang kritis, seperti Al Khathath. Namun, publik bisa melihat jika aparat kita hingga kini masih belum menyentuh orang-orang pendukung pemerintah, seperti Ketua Fraksi Partai Nasdem Viktor Laiskodat yang dilaporkan karena ujaran kebencian.

"Ini contoh diskriminasi dan tebang pilih yang bisa merusak wibawa hukum. Belum lagi contoh tuduhan makar yang hingga kini tak jelas juntrungannya," kata dia.

Contoh lain, lanjut Fadli, adalah kasus Asma Dewi dan Saracen. Saat awal muncul dulu kasus ini menurut dia diekspos secara bombastis. Bahkan ekspos kasus itu menurut melampaui fakta-fakta yang telah ditemukan polisi.

Nama Dewi kemudian dikaitkan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan sebagainya, seolah ini adalah sejenis jaringan iluminasi.

Baca juga : Menangis di Sidang, Asma Dewi Bingung dengan Kasusnya

Namun, saat persidangan akhir November 2017 kemarin, tak ada lagi kata Saracen dan tuduhan transfer dana besar dalam berkas tuntutan jaksa di pengadilan kepada Asma Dewi.

“Jadi, siapa sebenarnya yang gemar memproduksi hoax? Bagi saya itu adalah kasus yang memalukan dan mempermalukan aparat penegak hukum sendiri," kata politisi Partai Gerindra ini.

Fadli mengatakan, pemerintah seharusnya menyadari bahwa keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan bernegara. Bahkan, keadilan hukum merupakan syarat fundamental bagi terwujudnya kesejahteraan.

Persoalannya, keadilan hukum ini bisa hilang jika aparat penegak hukum kita bekerja berdasar kepentingan tertentu atau pesanan.

“Aparat penegak hukum seharusnya menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas. Karena di pundak merekalah wibawa hukum diletakkan. Semoga catatan hitam dunia hukum di tahun 2017 ini tak berlanjut di tahun depan," tutup Fadli.

Kompas TV Ombudsman baik pusat maupun daerah menerima 7.999 laporan masyarakat sepanjang tahun 2017.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com