Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sudah Siapkan Jawaban untuk Eksepsi Setya Novanto

Kompas.com - 28/12/2017, 07:15 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum KPK telah menyiapkan jawaban atas eksepsi yang dibacakan pengacara terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto.

Rencananya, jawaban atas eksepsi akan dibacakan dalam sidang lanjutan pada hari ini, Kamis (28/12/2017). 

Pada sidang sebelumnya, Novanto, melalui pengacaranya, membacakan poin pembelaan atas dakwaan jaksa penuntut umum.

"Teman temen jaksa sudah melaporkan ke kami. Mereka sudah buat jawaban terhadap eksepsi itu," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPak, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Baca juga: Hakim Pastikan Setya Novanto Terima Arloji Seharga 135.000 Dollar AS

Agus mengatakan, sebelum dibawa ke sidang, jawaban jaksa tersebut akan diperiksa lagi oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers Kinerja KPK Tahun 2017 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2017)KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers Kinerja KPK Tahun 2017 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2017)
"Mudah-mudahan lancar, ya," kata Agus.

Sebelumnya, pengacara Novanto mempermasalahkan hilangnya sejumlah nama politisi dalam dakwaan kliennya yang sebelumnya tercantum dalam dakwaan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Menanggapi hal tersebut, Agus mengatakan bahwa jaksa ingin fokus pada dugaan korupsi yang melibatkan Novanto.

Baca juga: Dalam Vonis Andi, Uang yang Diterima Novanto Tak Sampai 7 Juta Dollar AS

"Kalau kasus Irman dan Sugiharto kan mereka memberi ke banyak pihak. Yang disebut itu diberikan semua. Kalau Pak Novanto diberi ke siapa? Ya kan? Jadi fokus ke masalahnya Pak Novanto," kata Agus.

Selain itu, pengacara juga heran dengan dakwaan yang menyebut Novanto menerima 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP.

Padahal, nilai kerugian negara yang digunakan dalam surat dakwaan Novanto tidak berubah dari dua dakwaan sebelumnya, di mana jaksa belum mencantumkan jumlah uang yang diterima Novanto.

Pengacara juga mempersoalkan waktu dan tempat kejadian perkara yang diuraikan jaksa. Pengacara Novanto membandingkan waktu dan tempat kejadian yang diuraikan jaksa dalam tiga surat dakwaan.

Baca: Dalam Putusan Andi Narogong, Hakim Pertimbangkan Fakta Aliran Uang ke Novanto

Pertama, surat dakwaan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Kemudian, surat dakwaan terhadap pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Misalnya, dalam surat dakwaan Novanto, perbuatan tindak pidana dilakukan pada November 2009 hingga 2013.

Namun, dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, tindak pidana disebut dilakukan pada November 2009 hingga 2015.

Sementara itu, dalam dakwaan Andi, waktu tindak pidana sama dengan waktu kejadian yang dicantumkan dalam dakwaan Irman dan Sugiharto.

Selain itu, perbedaan juga terjadi pada tempat dilakukannya tindak pidana.

Baca juga: Pengacara Novanto Persoalkan Fee untuk Gamawan dan Anggota DPR yang Hilang

Dalam dakwaan Setya Novanto, tindak pidana dilakukan di Gedung DPR, Hotel Gran Melia; rumah di Jalan Wijaya;  Equity Tower; Kantor Ditjen Dukcapil di Kalibata; Graha Mas Fatmawati, dan Hotel Sultan.

Sementara, dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, tempat dilakukannya tindak pidana hanya di Kantor Ditjen Dukcapil Kalibata, Graha Mas Fatmawati, dan Hotel Sultan.

Kemudian, dalam dakwaan Andi Narogong, tindak pidana disebut dilakukan di Kantor Ditjen Dukcapil Kalibata, Graha Mas Fatmawati, Hotel Sultan, Hotel Gran Melia, dan Gedung DPR.

Pengacara juga membantah kliennya menerima jam tangan merk Richard Mille senilai 135.000 dollar Amerika Serikat dari Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Menurut pengacara, Novanto memang memiliki jam tangan serupa seperti yang menurut jaksa diberikan oleh Andi.

Kompas TV Hakim Pengadilan Tipikor menghukum terdakwa Andi Agustinus atau Andi Narogong dengan pidana delapan tahun penjara.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com