Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Pernikahan Antar-karyawan Sekantor Langgar Hak dan Kebebasan

Kompas.com - 14/12/2017, 15:16 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.comMahkamah Konstitusi  mengabulkan permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

Pasal tersebut mengatur soal larangan menikah dengan teman sekantor yang biasa diatur perusahaan.

Dalam pertimbangan putusannya, MK menyatakan pelarangan tersebut tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan seseorang.

MK juga menilai tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah atau ikatan perkawinan.

Baca: MK: Perkawinan Antar-karyawan Sekantor Tak Bisa Jadi Dasar PHK

Selain itu, tidak ada norma-norma moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis yang terganggu oleh adanya fakta bahwa pekerja atau buruh dalam satu perusahaan memiliki ikatan perkawinan.

"Sesuai dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, pembatasan terhadap hak asasi manusia hanya dapat dilakukan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," ujar Hakim Konstitusi Aswanto dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017).

Suatu perusahaan, lanjut Aswanto, tidak bisa menjadikan ikatan perkawinan antara pekerja atau buruh dalam satu perusahaan dasar pemutusan hubungan kerja (PHK).

Mahkamah memandang aturan tersebut tidak sejalan dengan norma dalam Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945, Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (2) UU 39/1999, dan Pasal 6 Ayat (1) International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).

"Pertalian darah atau hubungan perkawinan adalah takdir yang tidak dapat direncanakan maupun dielakkan. Oleh karena itu, menjadikan sesuatu yang bersifat takdir sebagai syarat untuk mengesampingkan pemenuhan hak asasi manusia, dalam hal ini hak atas pekerjaan serta hak untuk membentuk keluarga, adalah tidak dapat diterima sebagai alasan yang sah secara konstitusional," kata Aswanto.

Baca juga: Larangan Menikah dengan Teman Sekantor Digugat, Ini Kata Kemenaker

Menurut Aswanto, ketentuan perusahaan yang melarang perkawinan dengan teman sekantor ditambah ancaman PHK membuat posisi pihak perusahaan dan pekerja atau buruh menjadi tidak seimbang.

Sebab, pekerja menjadi pihak yang berada dalam posisi lebih lemah karena sebagai pihak yang membutuhkan pekerjaan.

Dengan adanya posisi yang tidak seimbang tersebut, filosofi kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian menjadi tidak sepenuhnya terpenuhi.

"Berdasarkan pertimbangan demikian, maka kata “telah” yang terdapat dalam rumusan Pasal 153 Ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan tidak dengan sendirinya berarti telah terpenuhinya filosofi prinsip kebebasan berkontrak," ujar dia.

Selain mengabulkan permohonan, MK juga menyatakan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam berkas nomor perkara 13/PUU-XV/2017, delapan pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) mempermasalahkan pasal yang mengatur soal larangan menikah dengan teman sekantor yang biasa diatur perusahaan.

Menurut mereka, frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" menjadi celah bagi perusahaan untuk melarang pegawainya menikah dengan kawan sekantornya.

Jika pegawai tersebut tetap ingin menikah, biasanya perusahaan mengharuskan salah satu orang mengundurkan diri dari perusahaan.

Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28 Ayat 1, Pasal 28C Ayat 1, dan Pasal 28D Ayat 2 UUD 1945.

Oleh karena itu, pemohon meminta MK agar frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" dihapuskan.

Kompas TV Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah tidak memukul rata kenaikan UMP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com