Perhatikan, ayat (1) menggunakan kata “dilaksanakan” sedangkan ayat (2) menggunakan kata “diselenggarakan”. Bagaimana pembuat undang-undang memaknai dan menggunakan nomenkelatur “dilaksanakan” dan “diselenggarakan” tersebut?
Jika kita baca undang-undang pemilu, termasuk UU No 7/2017, maka jawabnya jelas: kedua konsep tersebut digunakan secara sembarangan, sehingga kita tidak bisa membedakan mana masuk kategori “dilaksankaan” dan mana masuk kategori “diselenggarakan.”
Dari penggunaan nomenkelatur saja sudah tidak jelas. Makanya bisa dimengerti kalau banyak orang tidak bisa dengan cepat memahami undang-undang pemilu.
Kedua, di mana-mana di dunia ini, pembahasan substansi undang-undang pemilu itu berasal dari pengaturan sistem pemilu. Sistem pemilu adalah saling hubungan antar variabel (perangkat teknis) pemilu untuk mengubah suara (pemilih) menjadi kursi (calon terpilih).
Para akademisi membedakan lima variabel pemilu: besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara, ambang batas perwakilan, serta formula perolehan kursi dan calon terpilih.
Perdebatan soal varibael pemilu tersebut selalu seru karena menyangkut kepentingan masing-masing partai politik.
Namun begitu disepakati, maka 50 persen pengaturan pemilu sudah selesai. Sebab itulah norma utama undang-undang, selebihnya hanya norma pelengkap.
Sayangnya undang-undang pemilu tidak merumuskan norma utama itu dalam satu kesatuan bab atau bagian, tetapi disebar di banyak pasal pelaksanaan tahapan pemilu.
Akibatnya, orang tidak mudah, atau setidaknya tidak bisa cepat memahami undang-undang pemilu. Sebab aturan utama dicampur aduk dengan aturan-aturan teknis pemilihan.
Ketiga, soal legal drafter. Inisiator rancangan undang-undang pemilu selalu dari pemerintah, dalam hal ini kementerian dalam negeri. Meskipun demikian, setiap kali menyusun rancangan undang-undang, Kementerian Dalam Negeri selalu membentuk tim baru yang terdiri dari orang-orang baru.
Akibatnya, para legal drafter tersebut sesungguhnya sedang bekerja sambil belajar. Hasilnya pun tidak maksimal, karena banyak kesalahan dan kekurangan berulang, atau bahkan menciptakan kesalahan dan kekurangan baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.