Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sudah Saatnya Remaja Menjadi Produsen Konten Positif..."

Kompas.com - 08/12/2017, 22:49 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat bahwa sepanjang 2017 ada 13.829 konten negatif berupa ujaran kebencian yang tersebar di media sosial. Selain itu terdapat pula 6.973 berita bohong dan 13.120 konten pornografi.

Sementara itu, hingga 18 September 2017, pemerintah telah memblokir sebanyak 782.316 situs yang bermuatan konten negatif.

Peneliti Maarif Institute Khelmy K Pribadi menuturkan bahwa tidak dipungkiri penyebaran konten positif tidak sepesat perkembangan konten negatif.

"Perkembangan konten positif memang tidak sepesat penyebaran konten negatif," ujar Khelmy saat ditemui di sela penutupan rangkaian pelatihan "#1nDONEsia: Cerdas Bermedia Sosial" di UOB Plaza, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2017).

(Baca juga: Generasi Milenial Diminta Kritis terhadap Konten Negatif di Medsos)

Menurut Khelmy, konten negatif yang menyebar di media sosial berupa ujaran kebencian, berita bohong dan sentimen bernada SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), berdampak besar pada pola pikir maupun sikap generasi muda, terutama di tingkat sekolah menengah atas.

Menurut Khelmy, seorang remaja yang sering terpapar konten negatif cenderung memiliki sikap yang intoleran terhadap orang-orang dengan latar belakang berbeda.

"Ujaran kebencian memiliki dampak yang besar bagi anak-anak muda untuk bertindak intoleran. Konten negatif di internet itu sangat menunjang terjadinya tindakan intoleransi dan diskriminasi," tuturnya.

Khelmy mengatakan, menguatnya isu SARA belakangan ini, seperti pribumi dan non-pribumi, mendorong cara pandang yang negatif terhadap perbedaan.

Hal tersebut tentu mengkhawatirkan, mengingat generasi muda telah menjadikan internet sebagai sebagai sumber rujukan utama dalam mencari informasi.

"Isu SARA seperti pribumi dan non pribumi itu punya dampak bagi anak-anak muda dalam memandang orang-orang yang berbeda," kata dia.

Oleh sebab itu, Khelmy menilai harus ada upaya lintas sektoral untuk membanjiri internet dan media sosial dengan konten-konten yang positif. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai counter terhadap maraknya penyebaran konten negatif.

Artinya, anak-anak muda harus didorong untuk memproduksi dan membagikan konten positif secara online.

(Baca juga: Pemerintah-Google Uji Coba "Trusted Flagger" Perangi Konten Negatif)

Peneliti Maarif Institute Khelmy K. Pribadi saat menjadi pembicara dalam seminar pelatihan #1nDONEsia: Cerdas Bermedia Sosial yang digagas oleh YouTube Creators for Change dan Maarif Institute, di UOB Plaza, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2017).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Peneliti Maarif Institute Khelmy K. Pribadi saat menjadi pembicara dalam seminar pelatihan #1nDONEsia: Cerdas Bermedia Sosial yang digagas oleh YouTube Creators for Change dan Maarif Institute, di UOB Plaza, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2017).
Menurut Khelmy, memperkuat opini dan narasi alternatif oleh generasi muda merupakan cara yang efektif dalam melawan ujaran kebencian.

"Sudah saatnya remaja menjadi produsen konten positif," kata Khelmy.

Berangkat dari ide tersebut Maarif Institute bersama YouTube Creators for Change menggagas pelatihan konten video positif "#1nDONEsia: Cerdas Bermedia Sosial".

Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberdayakan generasi muda lewat kreasi video positif yang mengandung nilai toleransi dan keberagaman.

Sebanyak dua ribu siswa dari 180 SMA/SMK di 10 kota yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Surabaya, Semarang, Bali, Pontianak, Ambon, dan Makassar telah mengikuti pelatihan tersebut.

Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintahan di Google Indonesia, Shinto Nugroho mengatakan, literasi media sangat diperlukan untuk memenuhi konten sosial media dengan konten yang positif.

Diharapkan, generasi muda khususnya pelajar tidak hanya menjadi konsumen, melainkan juga menjadi produsen konten positif.

"Literasi media tersebut adalah upaya untuk memenuhi konten sosial media dengan konten positif. Hal ini membuat pelajar tidak hanya menjadi konsumen namun juga menjadi produsen konten positif," ujarnya.

Ilustrasi internet of things.Thinkstock Ilustrasi internet of things.
Lemahnya literasi digital

Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan bahwa sebagian besar masyarakat saat ini cenderung memercayai segala informasi yang beredar di internet tanpa melakukan klarifikasi.

Menurut hasil survei CIGI-Ipsos 2016, sebanyak 65 persen dari 132 juta pengguna internet di Indonesia percaya dengan kebenaran informasi di dunia maya tanpa cek dan ricek.

Padahal, kata Semuel, tidak menutup kemungkinan konten yang tersebar mengandung konflik kepentingan.

"Sebanyak 65 persen dari seluruh pengguna internet percaya internet tanpa cek dan ricek. Padahal konten di internet bisa difabrikasi. Tergantung dari siapa yang menyajikan informasi itu," ujar Semuel.

(Baca juga: Cegah Konten Negatif Pengaruhi Anak, KPAI Harap Kominfo Buat Regulasi Baru)

Semuel menilai fenomena tersebut terjadi karena peningkatan pengguna internet belum dibarengi dengan peningkatan literasi digital.

Akibatnya, penyebaran konten negatif seperti ujaran kebencian, berita bohong, perundungan, radikalisme dan pornografi menjadi ancaman besar saat ini.

Ia pun mencontohkan terungkapnya kasus kelompok Saracen yang menjalankan bisnis ujaran kebencian. Menurut Semuel, kasus tersebut seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa tidak sedikit konten di internet rentan dengan konflik kepentingan.

"Dampak teknologi tanpa literasi contohnya pabrikasi isu oleh kelompok Saracen. Ini harusnya jadi pelajaran bahwa hati-hati dalam menggunakan internet. Maka kita harus mengecek informasi yang beredar dari berbagai sumber. Tabayyun," tuturnya.

Melihat fenomena tersebut, lanjut Semuel, pemerintah berupaya menggandeng berbagai komunitas dalam mengupayakan literasi digital di tengah masyarakat.

Program yang saat ini tengah berjalan salah satunya adalah Siber Kreasi. Melalui program tersebut pemerintah dan komunitas masyarakat menyosialisasikan literasi digital ke berbagai sektor terutama pendidikan, antara lain, mendorong dimasukkannya materi literasi digital ke dalam kurikulum formal.

Gerakan ini juga mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi menyebarkan konten positif melalui internet dan lebih produktif di dunia digital.

"Di hulu kami lakukan gerakan literasi digital dan kami banyak ajak teman-teman (komunitas) untuk bekerja sama. Kami adakan pendampingan. Sudah 60 organisasi yang bergabung di Siber Kreasi. Di hilir kami lakukan penegakan hukumnya bersama dengan pihak kepolisian," kata Semuel.

IlustrasiMashable Ilustrasi
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz mengatakan perlu adanya upaya untuk membangun kesadaran kritis di kalangan generasi muda pengguna internet terhadap konten-konten negatif yang menyebar di media sosial.

Selain itu, ia juga menekankan soal pentingnya internalisasi nilai-nilai utama bangsa Indonesia, yakni kebinekaan dan toleransi.

"Dua hal itu signifikan, menyiapkan generasi muda dalam menghadapi ancaman konten negatif, ujaran kebencian, hoaks, dan paham radikalisme di internet," ucapnya.

(Baca juga: Cegah Konten Negatif Pengaruhi Anak, KPAI Harap Kominfo Buat Regulasi Baru)

Harus jadi tren

Dalam memberikan pelatihan pembuatan konten video, Maarif Institute dan Youtube Creators for Change menggandeng pembuat konten Cameo Project sebagai tutornya.

Martin Anugrah dari Cameo Project menuturkan bahwa pembuatan konten positif harus dijadikan tren di kalangan anak muda agar dapat melawan konten negatif.

Dengan menjadi tren, anak muda akan lebih tertarik untuk memproduksi kontennya positifnya sendiri.

"Kita harus menetapkan satu tren positif. Kalau sekarang kita bisa membuat konten positif sebagai tren akan lebih mudah. Sekarang apa pun yang tren pasti diikuti," ujar Martin.

Hal senada diungkapkan oleh rekan Martin, Yosi Mokalu. Menurut Yosi daya tarik konten negatif adalah kekhawatiran. Hal itu bisa dilawan oleh daya tarik yang dimiliki oleh konten positif, yakni kreativitas.

Ia pun berharap semakin banyak generasi milenial yang menjadi content creator video YouTube yang memuat nilai-nilai positif.

"Kami terpilih menjadi duta Youtube Creators for Change, berarti kami punya misi mengenalkan konten positif dan mengajarkan. Harapannya, bukan cuma membuat banyak konten positif. Tetapi lebih banyak lagi, pembuat konten positif. Bukan cuma kontennya, tetapi people-nya," kata Yosi.

Kompas TV Desakan agar Kementerian Komunikasi dan Informatika segera bertindak pun muncul dari berbagai kalangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com