Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hapus Diskriminasi Penghayat Kepercayaan

Kompas.com - 06/12/2017, 06:05 WIB
Kristian Erdianto,
Moh. Nadlir

Tim Redaksi

Sementara itu, Arnol Purba, seorang penganut Ugamo Bangso Batak asal Medan Sumatera Utara, mengaku anaknya yang bernama Dessy kesulitan untuk mendapat pekerjaan karena kolom agama di KTP-nya dikosongkan.

Menurut Arnol, calon pemberi kerja menganggap bahwa pengosongan kolom agama identik dengan ateis atau kafir.

Dessy juga kesulitan ketika hendak menerima upah dari perusahaan tempat ia bekerja, karena pihak perusahaan dan pihak bank mempersoalkan kolom agama yang dikosongkan dan meminta klarifikasi kepada Pemerintah setempat dan Pengurus Kepercayaan Ugamo Bangso Batak.

"Walaupun memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan dan memiliki nilai bagus di ijazahnya, Dessy tidak diterima sebagai pekerja," tutur Arnol.

Lain lagi dengan pengalaman yang pernah dialami oleh Carlim, penganut Sapto Darmo di Cikandang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Akibat kolom agama yang kosong, pemakaman anggota keluarga Carlim ditolak di pemakaman umum manapun di Kabupaten Brebes.

Pengakuan atas penghayat kepercayan

Perjuangan warga penghayat kepercayaan agar diakui sebagai warga negara akhirnya membuahkan hasil.

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016 terkait ketentuan pengisian kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga bagi warga penghayat kepercayaan.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama di KK dan e-KTP tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.

MK memutuskan kata "agama" dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Henny Supolo, salah satu saksi ahli dari Komnas Perempuan memberikan keterangan dalam gugatan uji materi pasal perzinaan, perkosaan, dan homoseksual. Sidang digelar di Mahkamah Konstitusi, Senin (17/10/2016).Fachri Fachrudin Henny Supolo, salah satu saksi ahli dari Komnas Perempuan memberikan keterangan dalam gugatan uji materi pasal perzinaan, perkosaan, dan homoseksual. Sidang digelar di Mahkamah Konstitusi, Senin (17/10/2016).
Meski demikian, peneliti dari Setara Institute, Sudarto menilai, putusan MK tersebut belum memberikan jaminan pemenuhan hak warga penghayat kepercayaan secara penuh.

Menurut Sudarto, diskriminasi yang selama ini dialami oleh warga penghayat kepercayaan disebabkan karena tidak adanya rekognisi atau pengakuan atas keberadaan mereka.

"Yang menjadi problem selama ini adalah rekognisi substansial terhadap agama lokal. Jadi rekognisi itu lebih penting bukan sekadar mencantumkan agama lokal dalam kolom agama di KTP dan KK karena problemnya banyak pihak yang menolak putusan MK itu," ujar Sudarto saat dihubungi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com