JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) banyak menuai apresiasi. Sebab menjamin eksistensi penghayat kepercayaan diakui oleh negara.
Meski begitu, keputusan MK itu juga memunculkan khawatirkan baru adanya reaksi-reaksi dari kelompok garis keras yang anti dengan kelompok atau aliran di luar 6 agama yang diakui di Indonesia.
"Saya menduga akan ada reaksi dari kelompok Islam garis keras ya," ujar Peneliti Pusat Penelitian Sumberdaya Regional LIPI Amin Mudzakkir di Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Baca juga : Perjuangan Panjang Warga Penghayat Kepercayaan atas Pengakuan Negara
Bisa jadi, tutur Amin, keputusan MK dinilai kelompok garis keras sebagai bentuk islampobia Presiden Joko Widodo. Apalagi, Undang-Undang tentang Organisasi Massa belum lama disahkan.
Seperti diketahui, UU Ormas di tentang sebagian pihak lantaran dianggap bisa menekan kelompok-kelompok tertentu.
"Mereka bisa merasa 'wah Jokowi ini kok di satu sisi menekan kelompok Islam, tetapi disaat yang sama juga memberikan kebebasan kepada kelompok-kelompok penghayat kepercayaan'," kata dia.
Baca juga : UU Adminduk Akan Direvisi Pasca-Putusan MK soal Penghayat Kepercayaan
Amin tidak mengetahui apakah pemerintah sudah memiliki antisipasi terhadap kemunculan reaksi keras dari kelompok ormas garis keras atau tidak.
Namun ia menilai, pemerintah perlu waspada dan secara membuat blue print untuk mencegah terjadinya kekerasan atau maraknya ujaran kebencian kepada penganut kepercayaan tertentu di Indonesia.