Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Dwi Aryani Mencari Keadilan Setelah Diusir Etihad Airways

Kompas.com - 05/12/2017, 06:57 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

Dianggap cari popularitas

Belum habis rasa kesalnya menghadapi perlakuan diskriminatif, Dwi kembali dibuat meradang dengan jawaban kuasa hukum dari Etihad Airways atas gugatannya ke pengadilan. Dwi dianggap mencari popularitas dengan mengangkat kasus ini.

"Saya mempertanyakan, popularitas yang mana? Sekarang saya tanya, mau tidak orang itu dikenal sebagai nama, di belakang namanya terus dikasih "orang yang diturunkan pesawat Etihad". Itu kan popularitas yang negatif kan," kata Dwi.

Dwi mengatakan, tak ada keuntungan bagi dirinya mencari sensasi dengan menggugat Etihad Airways. Justru ia memperjuangkan hak kaum disabilitas, jangan sampai kejadian serupa terjadi ke depan.

"Manusia tidak ada harganya gitu lho, diperlakukan seperti itu. Seperti barang diseleksi, tidak layak disuruh pergi begitu saja tanpa penjelasan yang pasti," kata Dwi.

Baca juga : Vonis Etihad Airways, Kado Terindah Hari Disabilitas Internasional

Mendengar jawaban pihak Etihad Airways, Dwi mengaku terguncang dan emosi. Ia tak percaya pernyataan semacam itu bisa terlontar dan membuatnya sangat tersudut.

Dwi mengatakan, sempat ada mediasi dari pengadilan antara dirinya dengan pihak tergugat. Maskapai tersebut menawarkan tiket penerbangan ke Eropa untuk dua orang. Namun, Dwi menganggap tawaran tersebut bukan kompensasi yang bisa menyelesaikan masalah begitu saja.

"Ini masalahnya cara anda memperlakukan saya itu udah diskriminasi. Lihat saya pakai kursi roda langsung ngelihat saya enggak boleh terbang," kata Dwi.

Pengacara Happy Sebayang dan kliennya Dwi Ariyani, penumpang Etihad Airways yang diturunkan dari pesawat karena berkursi roda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017) KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Pengacara Happy Sebayang dan kliennya Dwi Ariyani, penumpang Etihad Airways yang diturunkan dari pesawat karena berkursi roda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017)
Etihad Airways divonis bersalah

Etihad Airways dianggap melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 134 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam undang-undang tersebut diatur hak penumpang penerbangan berkebutuhan khusus.

Etihad Airways menurunkan Dwi Aryani dari pesawat karena menggunakan roda dua tanpa pendampingan dan dianggap dapat membahayakan penerbangan.

Hakim ketua Ferry Agustina Budi Utami mengatakan, semestinya Etihad Airways selaku maskapai penerbangan wajib memberikan akses, fasilitas, dan pendampingan khusus terhadap penyandang disabilitas.

Baca juga : Etihad Airways Divonis Melanggar Hukum dan Wajib Bayar Ganti Rugi Rp 537 Juta

Apalagi syarat Dwi sebagai penumpang telah terpenuhi, yakni memiliki tiket, melakukan check in, memiliki boarding pass, bahkan sudah masuk pesawat dibantu staff service bandara.

Ferry menambahkan, Dwi tidak dalam kondisi yang membahayakan penerbangan maupun penumpang lain karena tidak dalam keadaan mabuk ataupun membawa bom.

"Menimbang, bahwa tergugat I (Etihad Airways) tidak melakukan kewajibannya, maka dapat dikualifikasikan perbuatan melawan hukum," kata hakim Ferry saat membacakan putusan.

Etihad Airways juga wajib membayar ganti rugi sebagaimana digugat Dwi dalam permohonannya.

Dalam gugatannya, Dwi meminta ganti rugi materil sebesar Rp 178 juta dan imateril sebesar Rp 500 juta. Namun, hakim menimbang ganti rugi materil yang harus dibayarkan hanya Rp 37 juta.

Selain itu, Hakim mengabulkan gugatan ganti rugi imateril sebesar Rp 500 juta karena Dwi merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia dalam acara internasional itu dalam rangka pelatihan untuk penyandang disabilitas.

Selain itu, hakim mengabulkan gugatan agar Etihad Airways mengajukan permintaan maaf terbuka melalui media.

"Dari pertimbangan tersebut, maka petitum penggugat dapat dikabulkan sebagian," kata Ferry.

Dwi menganggap, keputusan tersebut merupakan kado terindah untuk Hari Disabilitas Internasional Minggu (3/12/2017) lalu. Ia berharap kejadian yang menimpa dirinya tak terulang kepada penyandang disabilitas lainnya. Ia mengakui bukan upaya yang mudah selama setahun memperjuangkan haknya tersebut.

"Tapi kita bersyukur dapat putusan yang harapannya ke depan bisa bermanfaat bagi rekan-rekan disabilitas," kata Dwi.

Sementara itu, kuasa hukum Etihad Airways, Gerald Saratoga Sarayar enggan menanggapi keputusan hakim.

"Untuk saat ini saya enggak bisa ngasih ngomong apa-apa. Kita sebagai kuasa hukum enggak bisa apa-apa. Apapun nanti entah kita atau dari PT Etihad sendiri," kata Gerald.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com