Kehangatan di Barat
Di rentang waktu yang sama, Bung Karno juga menjalin hubungan dekat dengan Presiden AS John F. Kennedy. Hubungan itu terjalin saat tokoh kelahiran Surabaya itu datang ke Washington pada April 1961.
“Dia mendekatiku dengan langsung dan ramah sekali,” kenang Bung Karno dalam otobiografinya karya Cyndy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Bahkan, seperti dikutip dari Kennedy dan Soekarno, karya Tim Historia, Bung Karno diajak berkeliling Washington oleh Kennedy dengan menaiki helikopter.
Bapak bangsa itu merasa senang, apalagi Kennedy menawarinya capung besi tersebut. Entah bagaimana prosesnya, helikopter pemberian Kennedy sampai di Indonesia pada 1962, saat konflik Irian Barat kian memanas.
Kujungan Bung Karno ke Washington sendiri bertepatan dengan pembukaan forum baru pemerintahan demokratis Papua Barat bentukan Belanda. Namun, Kennedy memilih bertemu Soekarno daripada menghadiri undangan Belanda.
AS memiliki kepentingan strategis untuk lebih dekat dengan Indonesia dalam konteks perang dingin. Apalagi pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah besar saat itu.
Pasca pertemuan itu, AS yang sejak awal pasif justru mulai aktif terkait isu Irian Barat. Langkah itu diambil untuk mengimbangi pengaruh Uni Soviet di Indonesia.
Di luar itu, Bung Karno memiliki kesan positif kepada Kennedy. Bahkan, ia sempat mengundang Kennedy datang ke Indonesia. Ajakan itu disambut hangat oleh pemimpin barat itu dan berjanji akan datang pada 1964.
Pada 1962, Bung Karno bahkan membentuk tim arsitek untuk membangun wiswa negara di lingkungan Istana Merdeka Jakarta.
Guntur Sukarnoputra dalam "Bung Karno dan Kesayangnya" mengatakan, wiswa negara dibangun Bung Karno agar Kennedy bisa tinggal lebih nyaman saat datang ke Indonesia.
Sayangnya, keinginan Bung Karno itu tidak pernah terwujud. Kennedy tidak pernah datang. Ia dibunuh di Dallas, Texas, pada 22 November 1963.
Tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia itu kehilangan sosok yang ia nilai sebagai pemimpin yang memberikan kedudukan AS sesuai perkembangan dunia saat itu.
“Aku sangat menyesal bahwa dia tidak tidak pernah bisa datang,” kata Soekarno dikutip Tim Historia dari Merdeka, 25 November 1963.
Kosmopolitan
Ditemui di Musium Nasional, Sejarawan Yosef Djakababa menilai bahwa hubungan baik Bung Karno dengan Ho Chi Minh dan Kennedy menunjukan bahwa bapak bangsa itu memiliki sikap kosmopolitan.
Ia menilai persaudaraan antara insan manusia yang berbeda pandangan politik pun mampu dilakukan. Pandangan seperti ini patut untuk diperjuangan dan relevan dilakukan hingga saat ini.
“Dengan Ho dia (Bung Karno) menemukan sosok yang serupa dengan dirinya, sama-sama nasionalis tulen dan anti kolonialisme,” kata Yosef.
“Sementara dengan Kennedy, Bung Karno melihat sosok yang terbuka dan gentleman, ramah dalam pendekatan personal, mau mendengarkan namun tetap diplomatis dan saling menghormati.” sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.