JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, menghindari kejaran wartawan saat hendak ditanya ihwal namanya yang berada dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Awalnya, seusai menyerahkan rekomendasi pengusungan dan berpidato, Novanto berfoto bersama pasangan yang diusung Partai Golkar dalam Pilkada Jawa Barat 2018, Ridwan Kamil-Daniel Muttaqien, dan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Jawa Barat.
Seusai berfoto, ia langsung turun dari panggung dan berjalan ke arah luar. Saat itu para wartawan mulai mendekati Novanto untuk wawancara.
Begitu wartawan mendekat, sejumlah orang berseragam Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) menghalang-halangi awak media. Novanto lantas digiring oleh sejumlah kader AMPG ke pintu sebelah kanan di samping panggung.
Beberapa kader AMPG lantas menutup dan menahan pintu yang menghubungkan hall utama dengan ruangan di sebelah kanan. Para wartawan pun memutar melalui pintu ke luar untuk mengejar Novanto.
(Baca juga: Ini Dasar Hukum KPK Cegah Setya Novanto Berpergian ke Luar Negeri)
Namun, sejumlah kader Partai Golkar dan AMPG kembali menghalangi wartawan yang masih berusaha mewawancarai Novanto. Ia pun keluar sembari dipayungi menerobos hujan melalui pintu belakang Kantor DPP Golkar dan masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya.
Sebelum Novanto masuk ke dalam mobil, para wartawan sempat melontarkan pertanyaan soal namanya yang masuk dalam SPDP yang sempat beredar di media. Namun, ia enggan menjawab dan melambaikan tangan sebelum masuk ke mobil.
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, sebelumnya telah membantah pihaknya menerima SPDP dari KPK. Sebagaimana diketahui, sejak 6 November 2017 telah beredar SPDP atas nama Setya Novanto.
"Saya tidak pernah menerima SPDP yang dimaksud, belum pernah melihat dan membaca sebagaimana yang diedarkan oleh teman-teman media," kata Fredrich lewat pesan singkat, saat dikonfirmasi, Selasa (7/11/2017).
Ia pun menilai SPDP yang beredar tersebut adalah hoaks. Ia mengutip pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah di media massa. KPK mengeluarkan pernyataan belum bisa mengonfirmasi SPDP tersebut.
"Dengan ada bantahan dari Juru bicara KPK terbukti itu hanya hoaks," ujar Fredrich.
(Baca juga: Pimpinan KPK Enggan Menilai Laporan Pengacara Novanto sebagai Kriminalisasi)
Dalam surat SPDP tersebut disebutkan, dasar penerbitan SPDP tersebut salah satunya yakni berdasarkan surat perintah penyidikan nomor: Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017.
Pada surat itu menerangkan, per-hari Selasa 31 Oktober 2017 telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP elektronik tahun 2011 sampai dengan 2012, pada Kemendagri.
Dalam surat itu, tindak pidana korupsinya tertulis diduga dilakukan Novanto bersama-sama dengan Anang Sugiana Sugihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan.
(Baca juga: Tak Hanya Agus dan Saut, Pengacara Novanto Juga Laporkan Dirdik dan Penyidik KPK ke Polisi)