Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imigrasi: Surat Cegah terhadap Setya Novanto dari KPK Sesuai Prosedur

Kompas.com - 09/11/2017, 18:49 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Agung Sampurno mengatakan, keluarnya surat pencegahan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto telah diproses sesuai prosedur.

Permintaan cegah diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2 Oktober 2017.

"Kalau prosedurnya, apa yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan prosedur," ujar Agung kepada Kompas.com, Kamis (9/11/2017).

Agung mengatakan, surat tersebut tidak bisa dikirim oleh sembarang orang kepada pihak Ditjen Imigrasi.

Petugas dari KPK ditunjuk secara khusus untuk mengirim surat permintaan cegah ke Imigrasi. Dalam surat tersebut tertera nama Setya Novanto sebagai pihak yang akan dicegah.

"Selain memuat identitas diri orang yang dicegah, juga memuat alasan pencegahan serta lamanya pencegahan yang akan dilakukan," kata Agung.

(Baca juga: Kapolri Sempat Tidak Tahu Penerbitan SPDP Kasus Dua Pimpinan KPK)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, KPK salah satu lembaga yang bisa mengajukan permintaan cegah terhadap seseorang.

Khusus untuk KPK, kata Agung, permintaan itu sifatnya perintah. Jadi, keputusan pencegahan ke luar negeri yang dikeluarkan KPK merupakan perintah yang harus dilaksanakan pihak Imigrasi.

"Begitu surat kami terima, langsung kami masukkan dalam sistem, kemudian untuk diteruskan pada seluruh pintu masuk dan pintu keluar di Indonesia agar dilaksanakan," kata Agung.

Sebelumnya, pengacara Novanto, Sandy Kurniawan, melaporkan dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang; serta sejumlah penyidik KPK ke Bareskrim Polri. Mereka diduga memalsukan surat pencegahan yang dikirimkan ke pihak Imigrasi terhadap Novanto.

(Baca juga: Soal SPDP Pimpinan KPK, Anggota Komisi III Minta Polri Berhati-hati)

Pihak DItjen Imigrasi tidak dapat menilai apakah surat yang mereka terima dari KPK dipalsukan atau tidak. Namun yang jelas, kata Agung, selama ini KPK punya standar dalam membuat surat pencegahan dan tidak bisa sembarangan.

"Dan surat yang dikirimkan itu sama dengan yang dibacakan saat press conference. Jadi silakan ditanyakan ke Pelapor apa maksudnya," kata Agung.

"Tugas untuk menentukan sah atau tidaknya (surat), ya penyidik. Kami tidak mau bermain di sekitar situ karena kewenangannya tidak ada," ujar dia.

Kompas TV SPDP ini keluar empat hari setelah KPK mengirimkan SPDP kepada Ketua DPR Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com