JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti masih banyaknya pengguna narkoba yang mengalami kriminalisasi oleh penegak hukum. Padahal, berbeda dengan bandar dan pengedar narkoba, harusnya pengguna dan pecandu narkoba cukup menjalani proses rehabilitasi.
"Pendekatan yang keras terhadap pengguna narkotika menyebabkan hilangnya hak dari para pengguna dan pecandu narkotika untuk mendapatkan akses pada rehabililtasi, beberapa di antaranya bahkan berakhir di penjara," kata aktivis ICJR Erasmus Napitupulu dalam diskusi di Jakarta, Kamus (2/11/2017).
Meskipun ada pengaturan dalam Pasal 128 Undang-Undang Narkotika di mana peserta rehabilitasi wajib tidak dituntut pidana, dalam kenyatannya, mayoritas peserta rehabilitasi tetap dijerat pidana.
Baca juga : Ditjen PAS Akui Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba Belum Berjalan Optimal
Berdasarkan riset yang dilakukan LBH Masyarakat pada tahun 2016, sebesar 75,8 persen peserta rehabilitasi tetap dijerat pidana meskipun sudah menunjukkan bukti keikutsertaan dalam rehabilitasi wajib.
"Kenyataannya, ancaman kriminalisasi selalu menghantuiku para pecandu narkotika," ucap Erasmus.
Selain itu, negara melalui peradilan dinilai juga turut memberikan perlakuan keras kepada para pecandu.
Berdasarkan riset yang dilakukan Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) pada tahun 2012, ditemukan hanya 10 persen putusan hakim agung yang memberikan putusan rehabilitasi bagi pengguna narkotika.
Di Pengadilan Negeri Surabaya pada tahun 2015, hanya enam persen putusan hakim yang menempatkan pengguna narkotika ke tempat rehabilitasi.
"Temuan ini dikonfirmasi oleh LBH Masyarakat pada tahun 2015 yang menunjukkan dari 522 putusan hakim se-Jabodetabek terhadap pengguna sepanjang 2014, hanya 43 orang yang diberikan putusan rehabilitasi," ucap Erasmus.
Erasmus mengutip data dari Direktorat Jenderal Pemsyarakatan bahwa sampai Oktober 2017, terdapat 8.354 terpidana yang dikategorikan sebagai pengguna narkotika harus dipenjara.
Untuk itu, Erasmus mendorong agar revisi UU Narkotika yang tengah digodok di pemerintah lebih berpihak pada proses rehabilitasi bagi para pencandu.
Ia mengatakan, perlu ada sinkronisasi istilah terkait pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika. Melalui sinkronisasi tersebut, kesimpangsiuran istilah dan terminologi yang berakibat pada tercerabutnya hak-hak pecandu narkotika dapat dikurangi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.