JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) melakukan investigasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dalam proses rehabilitasi penyalahgunaan narkotika melalui Instansi Penerima Wajib Lapor (IWPL).
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menuturkan, salah satu temuan hasil investigasi tersebut, yakni rehabilitasi berbiaya tinggi serta rentan adanya diskriminasi kelas ekonomi.
"Padahal biaya rehabilitasi medis di IPWL telah ditetapkan bahwa tidak dipungut biaya," kata Adrianus di Jakarta, Jumat (28/7/2017).
Ketentuan mengenai rehabilitasi tidak dipungut biaya ini telah diatur dalam Pasal 2 (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Selain soal biaya, temuan lainnya adalah mekanisme dukungan anggaran dari pemerintah belum menciptakan pelayanan rehabilitasi yang berkualitas dan terjangkau.
Ombudsman juga menemukan belum adanya kesepahaman antarpenegak hukum mengenai rehabilitasi narkotika.
"Program rehabilitasi belum kontinnyu dengan program paska-rehabilitasi, serta ketiadaan data terpadu antar IPWL dalam penyelenggaraan rehabilitasi," imbuh Adrianus.
Dari hasil temuan investigasi tersebut, Ombudsman memberikan saran kepada tiga institusi pelayanan rehabilitasi, yaitu Kemenkes, Kemensos, serta BNN.
Ombudsman memberikan saran kepada BNN agar meningkatkan intensitas sosialisasi bahwa rehabilitasi melalui IPWL tidak dipungut biaya.
Selain itu, BNN juga disarankan menerapkan standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009.
Kepada Kemenkes, Ombudsman memberikan saran salah satunya memberikan dukungan anggaran bagi pelayanan serta sarana prasarana program rehabilitasi yang mencukupi serta mendukung penyelenggaraan pelayanan publik.
Sementara kepada Kemensos, Ombudsman meminta Kemensos mengevaluasi pelayanan IPWL baik jumlah IPWL, sumber daya manusia maupun mutu pelayanan di IPWL Pemerintah maupun swasta sehingga tidak ditemukan lagi standar yang berbeda kemudian hari.
Investigasi menggunakan multi metode diantaranya studi pustaka, analisis perundang-undangan, observasi langsung, wawancara dengan pengguna layanan, serta diskusi grup dengan Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, serta IWPL swasta.
Pengumpulan data lapangan dan analisis dilakukan dari 17 Mei hingga 22 Mei 2017.
Sedangkan beberapa IPWL yang diobservasi langsung, yakni Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Poliklinik BNN, serta Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.