Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan, Agus memiliki fasilitas melakukan safari politik karena statusnya sebagai putra mantan presiden dan ketua umum partai.
"Kalau jadi menterinya Jokowi, ya, mungkin karena silaturahim. Namun, Jokowi akan melihat AHY sebagai anak presiden. Jadi, orang lebih menilai motif AHY (silaturahim) bukan sebagai AHY pribadi, melainkan sebagai anak SBY. Nah, AHY mau, enggak?" kata Hendri.
Baca: Politik Silaturahim ala AHY Masih di Bawah Bayang-bayang SBY
Sementara itu, jika Agus melakukan safari politik sebagai "tabungan" untuk maju dalam pemilihan presiden, menurut Hendri, ada beberapa hal yang perlu dijadikan catatan.
Pertama, Hendri menilai, gaya Agus masih terkesan elitis. Masyarakat Indonesia cenderung tak menyukai gaya seperti ini.
Kedua, Agus perlu membangun grassroot atau akar rumput. Saat ini, Agus cenderung mengunakan grassroot ayahnya.
"Orang mengelu-elukan, foto bareng, apakah otomatis grassroot? Belum. Grassroot adalah loyal, mengerti visi misinya AHY," kata Hendri.
"Kalau mau maju ke 2024 masih banyak waktu untuk membangun itu," lanjutnya.
Langkah politik Agus disambut positif sejumlah politisi senior lintas partai.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menilai, penting bagi para pemimpin mengintensifkan komunikasi dan mempersempit jarak perbedaan politik.
Pertemuan semacam itu, menurut dia, bisa menjadi bagian untuk menyelesaikan berbagai isu dan akan disambut baik masyarakat.
Baca: Gerindra: Pertemuan AHY dan Prabowo Bahas Kerja Sama Politik ke Depan
Hidayat mengatakan, langkah Agus tak perlu dicurgai sebagai manuver politik jelang Pemilu 2019.