JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie berharap, penyelenggaran Pilkada 2018 dan Pemilu Serentak 2019 tidak diwarnai isu SARA.
Ia mengakui, sulit untuk mencegah merebaknya isu SARA pada tahun politik.
Akan tetapi, Jimly meminta pihak penyelenggara pemilu belajar dari penyelenggaraan Pilkada DKI 2017.
"Mudah-mudahan saja semua kepala daerah sekarang, KPU, dan Bawaslu belajar dari kasus DKI. Belajar supaya jangan sampai isu sara mendominasi, walaupun kadang-kadang sulit. Dalam arti menyangkut perkembangan kematangan demokrasi kita," ujar Jimly, saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
Baca juga: PBNU Minta Jokowi Tak Tebang Pilih Berantas Ujaran Kebencian
Jimly mengatakan, sulit membayangkan isu SARA tidak lagi digunakan untuk kepentingan politik.
Dia membandingkan situasi di Indonesia dengan masa awal terpilihnya Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang juga diramaikan dengan kampanye hitam.
Menurut Jimly, politisasi isu SARA berdampak buruk terhadap budaya berpolitik.
Seharusnya, berpolitik tetap mengutamakan integritas dan berkebudayaan.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada pimpinan partai politik agar menghindari isu SARA menjelang tahun politik.
"Saya sebagai Ketua Umum ICMI mengimbau bahwa jangan digembar-gemborkan (isu SARA) karena itu menimbulkan luka budaya, budaya politik kita, menimbulkan luka seperti kasus Pilkada DKI itu. Bukan lagi soal siapa kalah siapa menang, tapi lukanya ini makan waktu untuk penyembuhan. Maka marilah kita berpolitik dengan santun dan berbudaya, berdemokrasi harus dengan integritas dan berkebudayaan," kata Jimly.