CIANJUR, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo enggan mengungkapkan poin-poin apa saja yang akan direvisi dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 2/2017 tentang Ormas.
Revisi pada beberapa bagian Perppu akan dilakukan setelah disahkan menjadi UU oleh DPR pada Selasa (24/10/2017).
"Ya revisi pelan-pelan. Ya saya enggak bisa menentukan," kata Tjahjo, di Bumi Perkemahan Mandalawangi, Cibodas, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (25/10/2017).
Pemerintah akan menggelar rapat terlebih dulu yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto untuk membahas revisi Perppu tersebut.
"Ada rapat dengan Menko Polhukam, pihak DPR akan rapat sendiri, apakah internal Komisi II, ataukah Badan Legislasi DPR," kata dia.
Baca: Perppu Sudah Jadi UU, Pemerintah Janji Tak Akan Buru-buru Bubarkan Ormas
Tjahjo mengatakan, paham-paham lainnya yang menyalahi ideologi negara juga harus dimasukkan dalam revisi Perppu itu.
"Penting paham-paham yang enggak boleh ada, harus dimasukkan. Kan kemarin hanya komunisme, leninisme, dan marxisme yang enggak boleh," kata dia.
"Sekarang ini apapun paham atau agenda yang ingin mengubah Pancasila ini enggak boleh," lanjut Tjahjo.
Pemerintah berkomitmen untuk menyempurnakan Perppu itu sebagaimana kesepakatan yang telah dibuat bersama.
"Nanti kita lihat masukan DPR. Yang jelas pemerintah komitmen membahas. Ini kan untuk bangsa. Paham komunisme, leninisme, marxisme enggak boleh. Ini masalah ideologi prinsip," kata Tjahjo.
Tjahjo juga menampik tudingan bahwa pemerintah otoriter dengan menghilangkan proses peradilan pembubaran ormas.
"Lah kan MK dibuka, PTUN dibuka, bagi yang enggak puas. Itu kan sarana, pemerintah enggak otoriter, sarana hukum dibuka, lewat DPR bisa," kata dia.
Baca: Perppu Ormas Sudah Jadi UU, MK Segera Putus Gugatan Uji Materi
"Pemerintah punya otoritas. Kalau ada organisasi yang mengambil agenda lain, pemerintah harus bersikap. Soal lain mereka mau menuntut, menggugat ke MK, ke PTUN," ujar Tjahjo.