Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pasal Dinilai Jadi Titik Lemah UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Kompas.com - 25/10/2017, 17:42 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang telah disahkan DPR menjadi UU, Rabu (25/2017), dinilai merupakan langkah maju untuk perbaikan tata kelola migrasi di Indonesia berbasis pemenuhan HAM.

Migrant CARE menilai, UU ini paralel dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Konvensi Pekerja Migran.

Meski demikian, masih ada beberapa kelemahan yang menjadi catatan terhadap UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Pertama, Pasal 13 huruf g tentang perjanjian penempatan yang menjadi salah satu persyaratan penempatan pekerja migran.

"Ketentuan ini menegaskan bahwa penempatan pekerja migran hanya melalui perusahaan swasta. Padahal dalam undang-undang ini juga diatur tentang penempatan melalui badan dan mandiri," kata Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant CARE Anis Hidayah melalui keterangan tertulis, Rabu (25/10/2017).

Baca: Migrant Care Apresiasi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Kedua, Pasal 44 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa kepala badan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri.

Menurut Anis, pasal ini berpotensi menimbulkan konflik kewenangan antara kementerian dan badan.

Anis mengatakan, jika ingin UU ini diimplementasikan sebagai instrumen perlindungan, maka harus disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat.

Selain itu, harus dikawal 27 peraturan turunan mandat UU ini, selain melakukan penguatan kepada pemerintah daerah.

"Terakhir, mendesak Kementerian Keuangan untuk penganggaran LTSA melalui Dana Alokasi Khusus, serta monitoring-evaluasi implementasi," kata Anis.

Baca: Sengkarut Perlindungan Pekerja Migran

UU yang terdiri atas 13 bab dan 87 pasal ini dinilai maju karena menggunakan konvensi perlindungan pekerja migran sebagai konsideran utama.

UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia juga mengamanatkan 27 peraturan turunan, terdiri dari 12 Peraturan Pemerintah (PP), 11 peraturan setingkat menteri (Permen), tiga peraturan badan dan satu Peraturan Presiden (Perpres).

Kompas TV Cerita miris kembali menimpa Tenaga Kerja Indonesia. Sri Rabitah, TKI asal Dusun Lokok Ara, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, harus hidup dengan satu ginjal. Diduga, Sri kehilangan ginjalnya saat bekerja di Doha Qatar beberapa tahun lalu. Satu minggu setelah bekerja, Sri dibawa oleh sang majikan untuk pemeriksaan kesehatan karena dianggap kondisinya lemah. Sri dibawa ke ruang operasi dengan alasan untuk mengangkat penyakitnya. Ia disuntik hingga tak sadarkan diri. Setelah seminggu dioperasi, Sri malah dikembalikan ke agen tenaga kerja dan kemudian dipulangkan ke tanah air tanpa gaji karena dianggap tak bisa bekerja. Selama tiga tahun di rumah, Sri sering mengalami sakit-sakitan sehingga ia melakukan cek kesehatan ke RSUD Tanjung, Lombok. Setelah diperiksa dan melihat hasil rongen, ternyata ginjal sebelah kanan Sri tidak ada dan sudah diganti dengan pipa plastik. Menurut pusat bantuan hukum buruh migran wilayah NTB, kasus pencurian organ kerap dialami TKI dan TKW. Namun, selama ini tak pernah ada yang bisa memberi kesaksian. Saat ini, Sri sedang menunggu jadwal operasi untuk mengangkat pipa yang ada di tubuhnya. Namun, Sri juga risau menghadapi risiko operasi yang akan ia jalani. Dari kasus Sri ini, diharapkan pemerintah tergerak untuk membongkar mafia pencurian organ yang banyak menimpa para pekerja migran kita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com