JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jumlah hotpsot atau titik api kebakaran hutan dan lahan berkurang pada 2017.
Berdasarkan pantauan satelit NOAA, jumlah hotspot menurun 32,6 persen selama 2017 dibandingkan pada 2016. Pada 2016 jumlah hotspot dari NOAA sebanyak 3.563 sedangkan selama 2017 sebanyak 2.400 titik.
Bahkan, terjadi penurunan jumlah kebakaran di daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
"Daerah-deerah yang langganan kebakaran hutan di tahun sebelumnya justru berkurang," ujar Sutopo melalui keterangan tertulis, Rabu (25/10/2017).
Pada 2017, luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau sebesar 6.841 hektar, di Sumatera Selatan sebesar 3.007 hektar, di Jambi sebesar 109 hektar, di Kalimantan Barat sebesar 6.992 hektar, di Kalimantan Selatan sebesar 3.007 hektar, di Kalimantan Tengah sebesar 1.365 hektar dan di Kalimantan Timur sebesar 262 hektar.
(Baca juga: Enam Provinsi Tetapkan Status Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan)
Sutopo mengatakan, September merupakan puncak musim kemarau yang umumnya menimbulkan kebakaran hutan dan lahan.
Namun, ia menilai, hal tersebut bisa diantisipasi dengan baik sehingga jumlah titik api dan kebakaran hutan menurun dari tahun sebelumnya.
Presiden RI Joko Widodo, kata Sutopo, terus memantau pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Hasilnya, kebakaran hutan dan lahan selama 2017 dapat diatasi dengan baik.
"Berbagai indikator menunjukkan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah berhasil dengan baik," kata Sutopo.
(Baca juga: Kebakaran Hutan, Jokowi Minta Kepala Daerah hingga Kapolres Dikumpulkan)
Secara keseluruhan, berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan lahan pada 2017 sebesar 124.983 hektar hutan dan lahan.
Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada 2016 seluas 438.360 hektar dan pada 2015 seluas 2,61 juta hektar.
"Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2017, bergeser ke NTT, NTB dan Papua," kata Sutopo.
Sutopo mengatakan, keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan selama 2017 tak terlepas dari sinergi yang dilakukan semua pihak.
Koordinasi yang dilakukan antara Kementerian LHK, BNPB, TNI, Polri, Lapan, BMKG, BPPT, BRG, BPBD, Pemerintah Daerah, relawan, dunia usaha, masyarakat dan lainnya telah berlangsung dengan baik.
Belajar dari pengalaman kebakaran hutan dan lahan pada 2015, maka selama 2017 pemerintah daerah tidak ada yang terlambat dalam menetapkan status siaga darurat. Sehingga pemerintah pusat dapat memberikan pendampingan dan mengambil langkah-langkat antisipasi.
(Baca juga: KLHK Mulai Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan)
Patroli terpadu dilakukan dengan mendirikan 300 posko desa dengan jangkauan 1.203 desa rawan kebakaran hutan dan lahan.
Kementerian LHK menggerakkan 1.980 personel Manggala Agni dan 9.963 orang Masyarakat Peduli Api untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Sementara itu, ada ribuan personel TNI dan Polri dikerahkan untuk antisipasi dan pemadaman. BNPB sendiri mengerahkan 26 helikopter water bombing dan tiga pesawat untuk hujan buatan.
Total, 71,9 juta liter air telah dijatuhkan oleh helikopter water bombing dan 162 ton garam disemai untuk hujan buatan.
"Saat ini upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan masih terus dilakukan di daerah. Siaga darurat kebakaran hutan lahan masih diberlakukan oleh Kepala Daerah hingga akhir Oktober-November 2017," kata Sutopo.
(Baca juga: Langkah Sederhana Melawan Trauma Kebakaran Hutan dan Lahan)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.