Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Pribumi", Politik Identitas, dan Nurani Para Politisi

Kompas.com - 18/10/2017, 12:57 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

Kompas TV Per hari Jumat (6/100, pengacara Eggi Sudjana sudah dilaporkan delapan organisasi masyarakat.

Sa'duddin menjelaskan, fenomena isu agama dijadikan komoditas politik karena ada dua preferensi politik identitas yang dianut oleh masyarakat.

Mereka cenderung memilih pemimpin berdasarkan kesamaan identitas, yakni kesamaan suku atau agama.

Politik identitas, menurut dia, sah saja dilakukan. Namun, hal itu menjadi berbahaya saat politik identitas, khususnya terkait agama, mengekslusi keyakinan yang lain.

Baca: Sehari Jadi Gubernur DKI, Anies Baswedan Dilaporkan ke Polisi karena Kata Pribumi

Sa'duddin menyayangkan munculnya polemik soal "pribumi" dan "non-pribumi" akibat pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, usai pelantikan, Senin lalu.

Menurut dia, pernyataan pribumi dan non pribumi itu sudah mengarah pada eksklusivitas dan membahayakan keragaman di tengah masyarakat.

"Memang harus dibendung dengan cara edukasi. Dampak merusak yang direproduksi berulang kali itu berpengaruh ke seluruh lapisan masyarakat. Saya kira itu peringatan untuk kita semua," kata Sa'duddin.

"Para politisi yang menggunakan politik identitas itu biasanya tidak memiliki kinerja atau hasil kerja yang bisa dinilai baik maka jualannya ya isu identitas," ujar dia.

Membangun perspektif perdamaian

Akan tetapi, ujaran kebencian dan politisasi SARA dalam kontestasi politik perlu diredam untuk mencegah terjadinya polarisasi masyarakat.

Menurut Presiden The Asian Muslim Action Network (AMAN Indonesia) Azyumardi Azra, hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan konsep peace building atau membangun perspektif perdamaian di kalangan para politisi dan masyarkat.

Baca: Soal Istilah Pribumi, Apa Kata Jokowi?

Penerapan konsep peace building melalui pendekatan agama sangat mungkin dilakukan oleh organisasi kemasyarakat yang moderat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

"Saya kira ada metode-metodenya dalam rangka membangun peace building melalui pendekatan keagamaan. Jadi peace building through religious approcah itu bisa dilakukan, saya kira di Indonesia sangat penting," ujar Azyumardi saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2017).

"Katakanlah NU, Muhammadiyah dan MUI melakukan workshop atau training mengenai peace building melalui keagamaan. Misalnya,bagaimana kalau berceramah itu lebih menekankan ke dalam perdamaian, daripada misalnya memprovokasi jemaah," ujar dia.

Azyumardi berharap, para politisi tidak menggunakan isu agama sebagai salah satu bahan dalam kampanyenya.

Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi maraknya penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong menjelang tahun politik 2018-2019.

Azyumardi menegaskan, isu agama yang dipolitisasi berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

"Sebaiknya para politisi dalam kampanyenya janganlah membawa-bawa agama, nanti bisa dipelintir ke sana sini. Apalagi kalau misalnya kepleset lalu dipelintir. Jadi janganlah, karena isu agama itu bisa eksplosif,"  kata dia.

"Jadi, saya kira kuncinya para politisi ini agar lebih bijak, jangan membawa-bawa agama, apalagi kalau dia dari agama yang lain. Karena itu mereka harus diketuk hati nuraninya," ujar mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com