JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menganggap janggal pernyataan Komisi III yang menyalahkan KPK atas banyaknya anggota DPR RI yang korupsi.
Menurut dia, KPK bukanlah dokter yang harus menyembuhkan "penyakit" korupsi oleh anggota DPR.
"Analoginya tidak pas kalau kemudian DPR dianggap sebagai pasien dan KPK dokternya. Karena ini dua aktor yang sama-sama punya kekuatan," ujar Adnan kepada Kompas.com, Selasa (17/10/2017).
(baca: Lucunya Anggota Dewan Menyalahkan KPK karena Banyak Korupsi di DPR...)
Adnan mengatakan, DPR sebagai wakil rakyat justru harus menunjang pemberantasan korupsi.
Adnan menilai, anggota DPR sendiri yang bisa menyembuhkan penyakit korupsi. Jika ingin korupsi hilang di tubuh DPR, maka berhentilah korupsi.
"Karena mereka disumpah sebagai wakil rakyat untuk berbagai hal, termasuk pemberantasan korupsi. Untuk korupsi, konsekuensinya berat," kata Adnan.
Apalagi, kata Adnan, anggota DPR digaji sangat tinggi dengan berbagai tunjangan dengan harapan terhindar dari keinginan untuk memperkaya diri.
(baca: Banyak Korupsi, DPR Diminta Evaluasi Diri, Bukan Menyalahkan KPK)
Nyatanya, mereka masih mencari uang tambahan di luar jatah yang didapatkan perbulan.
Adnan mengatakan, pidana korupsi tidak akan berhenti jika tidak ada penegakan hukum, pengawasan yang memadai dan kesadaran diri sendiri untuk tidak melakukannya.
"Seakan-akan KPK adalah pihak yang patut disalahkan karena DPR masih korupsi. Seakan DPR tidak punya daya saat mereka terjerat korupsi," kata Adnan.
Adnan menekankan bahwa tanggungjawab utama di DPR dalam pemberantasan korupsi ada pada pimpinannya. Bukan pada KPK.
(baca: Jokowi: Ada yang Tidak Suka Pemberantasan Korupsi)
KPK berperan dalam pencegahan dan penindakan jika perbuatan itu terlanjur terjadi.
"Kalau dianggap tidak mumpuni berantas korupsi, mereka mundur saja jadi anggota DPR," kata Adnan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengkritisi kinerja KPK yang telah 15 tahun berdiri. Menurut dia, KPK belum optimal memberantas korupsi.
Desmond mengatakan, hal itu terlihat dari semakin banyaknya politisi di DPR yang tersangkut kasus korupsi.
"DPR ini korup, gimana agar DPR tidak korup lagi? Gimana antibodi, sudah dilakukan tidak cocok agar DPR yang korup, tidak korup lagi. Jangan korupsi ini beranak pinak ke depan. Dari edukasi, saya sepakat. Tapi hari ini kelembagaan kita korup, apa yang dilakukan KPK?" kata Desmond, dalam rapat kerja bersama KPK, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/10/2017).
(baca: Komisi III: Apa yang Dilakukan KPK agar DPR Tak Korup Lagi?)
Ia juga menanyakan kepada KPK, lembaga negara mana yang saat ini tak lagi korupsi sejak ada KPK.
Politisi Gerindra itu menilai, KPK tak mampu mencegah pejabat negara baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif untuk menghindari korupsi.
Dengan kondisi ini, KPK dianggapnya belum optimal membuat jera para pejabat negara yang masih melakukan korupsi.
"Kalau yang korup tak ada (diberi) antibodi dari KPK, publik berharap DPR yang korup ke depan tidak korup. Ada efek jera yang tidak maksimal, ada persoalan yang tidak maksimal," lanjut Desmond.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.