JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pemberian keterangan palsu di pengadilan, Miryam S Haryani, menghadirkan ahli digital forensik Ruby Alamsyah dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/10/2017).
Ahli dari Universitas Gunadarma tersebut diminta untuk memeriksa video rekaman pemeriksan Miryam saat di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Video pemeriksaan pada 1 Desember 2015 itu kemudian diputar oleh jaksa KPK.
Seusai melihat tayangan video, Ruby mengatakan bahwa ia kesulitan untuk menilai video tersebut. Sebab, menurut Ruby, kualitas video tersebut rendah.
Padahal, menurut Ruby, biasanya penegak hukum menggunakan kamera berkualitas tinggi, sehinggga dapat jadi pegangan penyidik apabila ada pihak yang meragukan.
(Baca: Dokter Anggap Miryam Berpura-pura Sakit)
"Kualitas audio-video kurang bagus. Tadi sepertinya kamera yang digunakan mirip CCTV, resolusinya rendah. Suara yang dekat microphone cukup jelas, tapi suara terdakwa tidak jelas," kata Ruby.
Menurut Ruby, dengan kualitas audio-video yang rendah, audit forensik dan membuat transkrip akan menghasilkan capaian yang apa adanya. Menurut Ruby, beberapa bunyi percakapan dalam video menjadi tidak jelas.
"Dengan melihat tampilan langsung seperti ini tidak bisa disebut video asli atau tidak. Kalau melakukan analisa langsung baru bisa diketahui," kata Ruby.
(Baca: Direktur Penyidikan KPK Sebut Video Kesaksian Miryam Telah Dipotong)
Dalam kasus ini, Miryam didakwa memberikan keterangan palsu di pengadilan. Miryam diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang benar saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Menurut jaksa, Miryam dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satunya, terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.
Dalam persidangan, anggota Fraksi Partai Hanura itu mengatakan, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.