Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pertimbangan Hakim Cepi Batalkan Status Tersangka Setya Novanto

Kompas.com - 29/09/2017, 18:43 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Hakim menyatakan, penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah. KPK pun diminta untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto.

Putusan tersebut dibacakan Hakim Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017) sore.

(Baca: Hakim Cepi: Tak Sah Penetapan Tersangka Setya Novanto oleh KPK)

Ada sejumlah pertimbangan yang mendasari Hakim Cepi membuat putusan tersebut. Pertama, Cepi menilai penetapan tersangka Novanto oleh KPK sudah dilakukan di awal penyidikan.

Padahal, menurut Hakim, harusnya penetapan tersangka dilakukan di akhir tahap penyidikan suatu perkara. Hal itu harus dilakukan untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.

"Menimbang bahwa dari hal-hal tersebut, hakim berpendapat bahwa proses penetapan tersangka di akhir penyidikan, maka hak-hak tersangka bisa dilindungi," ucap Cepi.

(Baca juga: Rekam Jejak Hakim Cepi Iskandar yang Memimpin Praperadilan Novanto)

Selain itu, Cepi juga mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK. Hakim menilai alat bukti yang diajukan berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi E-KTP.

Hakim menilai, alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.

"Menimbang setelah diperiksa bukti-bukti merupakan hasil pengembangan dari perkara orang lain, yaitu Irman dan Sugiharto," ucap Cepi.

Menanggapi putusan hakim, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyatakan bahwa pihaknya bisa menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk mengusut kembali Setya Novanto.

"Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 yang mana di dalam aturan itu, bahwa apabila dalam penetapan tersangka itu dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru," kata Setiadi usai sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).

(Baca juga: Ini Langkah KPK jika Kalah Lawan Novanto di Sidang Praperadilan)

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Ia lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017.

Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK. Ketua Umum Partai Golkar ini diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Pihak Novanto sebelumnya meminta KPK mengentikan sementara penyidikan hingga ada putusan praperadilan. Novanto dua kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka lantaran dirawat di rumah sakit.

Kompas TV Jumat (29/9) sore di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akan digelar lanjutan sidang praperadilan gugatan Ketua DPR Setya Novanto terhadap KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com