Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut KPK Harus Revisi UU jika Ingin Angkat Penyidik Sendiri

Kompas.com - 26/09/2017, 16:01 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi hanya bisa mengangkat penyidik dan penyelidik dari polisi dan kejaksaan.

Hal itu tertera dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang KPK.

Menurut Romli, pasal tersebut tidak menyebutkan bahwa KPK bisa mengangkat penyelidik dan penyidik di luar instansi tersebut.

"Tidak ada kalimat KPK bisa mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri," ujar Romli dalam sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9/2017).

Baca: KPK Permasalahkan Romli Atmasasmita Jadi Ahli Praperadilan Novanto

Selain itu, muncul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa KPK berwenang mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri di luar kepolisian dan kejaksaan.

Namun, Romli menganggap putusan MK tidak mengikat. Oleh karena itu, Romli mengusulkan agar revisi UU KPK dilakukan agar pengangkatan penyidik independen sah secara hukum.

"Kalau mau angkat sendiri, harus diganti undang-undangnya, revisi UU KPK. Tapi kan KPK tidak mau revisi," kata Romli.

"Kalau belum ada perubahan apapun di Undang-Undang KPK, tidak mungkin bisa diterapkan putusan MK," lanjut dia.

Tim pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto sebelumnya mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik yang menangani kasus kliennya, karena bukan dari kepolisian dan kejaksaan.

Pihak Novanto menganggap surat perintah penyidikan yang dikeluarkan tidak sah karena status penyidik yang tidak sesuai undang-undang.

Baca: Sidang Praperadilan Novanto, KPK Bawa 200 Dokumen termasuk BAP Saksi

Romli menilai, produk hukum yang dihasilkan penyidik tersebut tidak sah.

"Karena pengangkatannya tidak sah, maka apa yang dilakukan setelah itu tidak sah. Masih perlu dipertanyakan keabsahannya," kata Romli.

Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

Sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Setya Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP.

Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Kompas TV Sidang diagendakan berlangsung Selasa (26/09) di PN Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com