Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumarsih: Pemerintah Menunggu Keluarga Korban Meninggal Satu per Satu

Kompas.com - 19/09/2017, 16:34 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Delapan belas tahun Maria Catarina Sumarsih bersama keluarga korban tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) serta para aktivis HAM berjuang mencari keadilan atas hilang/meninggalnya sanak/saudara dan keluarga mereka.

Rezim dan pemerintahan silih berganti, namun hingga kini penyelesaian kasus pelanggaran HAM TSS tak kunjung tuntas.

"Saya berpendapat pemerintah Indonesia mengulur-ulur penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Menunggu keluarga korban meninggal satu per satu," kata Sumarsih dalam sebuah diskusi mengenang 18 Tahun Semanggi, di Universitas Atma Jaya Jakarta, Selasa (20/8/2017).

Sumarsih adalah ibu dari korban tragedi Semanggi I bernama Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Jakarta.

Sumarsih mengatakan, perjuangan keluarga korban dan para aktivis HAM berada di dalam perjalanan perjuangan keadilan yang sangat sunyi.

(Baca: Aksi Kamisan ke-493, Sumarsih Tidak Lelah)

"Tapi yang harus kita ingat, kalau kasus-kasus pelanggaran HAM tidak diselesaikan, maka tindak kekerasan akan terus berulang, kekuasaan penguasa tidak terkontrol oleh rambu-rambu penegakan HAM, dan akan lahir lagi pemerintahan yang otoriter," ucap Sumarsih.

Telah banyak upaya yang dilakukan keluarga korban dan para aktivis. Penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) sudah selesai. Pada periode 2004-2009 hasil penyelidikan Komnas HAM diserahkan ke DPR-RI untuk dilakukan kajian.

"Tapi nyatanya, diputar-putar di alat kelengkapan dewan sampai dua kali," kenang Sumarsih.

Pimpinan DPR saat itu telah menugaskan Komisi III untuk melakukan kajian, untuk kemudian dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Namun oleh Bamus DPR, hasil penyelidikan tersebut dikembalikan ke Komisi III dan diserahkan lagi ke Pimpinan DPR.

Setelah itu, hasil penyelidikan dikembalikan ke Bamus DPR dan akhirnya hanya empat fraksi yang menyetujui untuk dibawa ke rapat paripurna DPR.

"Enam fraksi menolak," tutur Sumarsih.

(Baca: 19 Tahun Penegakan Hukum Kasus HAM '98 Dinilai Nyaris Tak Ada Kemajuan)

Kesulitan serupa juga ditemui saat berurusan dengan Kejaksaan Agung. Jaksa Agung, sebut Sumarsih, berkali-kali menolak penyelidikan Komnas HAM dengan berbagai alasan.

"Alasannya, hasil penyelidikan hanya merupakan transkrip, penyelidik tidak diambil sumpah, masing-masing lembar harus ditandatangani KPP HAM (komisi penyelidik pelanggaraan hak asasi manusia), ditolak tanpa alasan," terang Sumarsih.

Bahkan, Jampidsus kala itu, Kemas Yahya Rahman, sempat menyatakan bahwa berkas hasil penyelidikan Komnas HAM, hilang.

Dua hari setelah itu, keluarga korban didampingi Kontras menghadap ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY lantas menugaskan Sekretaris Kabinet untuk mencari tahu kebenaran informasi hilangnya berkas tersebut. Dua hari berselang, Kapuspenkum Kejagung menggelar konferensi pers bahwa berkas yang dimaksud tidak hilang.

Janji-janji Presiden

Lewat pernyataan di media maupun hasil pertemuan audiensi langsung, Presiden hanya bisa memberikan janji-janji tanpa realisasi.

Mulai dari Presiden BJ Habibie, kata Sumarsih, dalam rangka penindakan kasus Semanggi, Habibie menyatakan berjanji akan melakukan pengusutan yang adil, transparan, dan tuntas dengan menegakkan prinsip kepastian dan kesamaan hukum.

"Saya tanggal 7 Mei tahun ini menaih janji Pak Habibie, di TPU Pondok Rangon. Beliau lantas meminta agar disampaikan surat ke Presiden Jokowi. Tapi, sekian bulan tidak ada perkembangan apa-apa," katanya.

Pada masa SBY, kata Sumarsih, empat mahasiswa yang tertembak dalam tragedi Trisakti diberikan Bintang Pratama. SBY saat bertemu dengan keluarga korban dan Kontras juga menyampaikan bahwa hukum harus ditegakkan, kasus TSS diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc.

(Baca: Habibie Akan Bawa Pesan Keluarga Korban Mei 1998 kepada Jokowi)

Kemudian di periode keduanya, SBY membentuk tim penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Tapi tidak ada hasilnya apa-apa," kata Sumarsih.

Bahkan Wantimpres bidang hukum kala itu Albert Hasibuan yang ditugaskan sebagai Ketua KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II pun tidak memberikan hasil. Ketidakpastian berlanjut di masa Joko Widodo.

Awalnya, kata Sumarsih, dia bersemangat karena Jokowi dalam kampanyenya berkomitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat termasuk TSS, serta berjanji menghapus impunitas.

Namun, dalam perkembangannya yang ia sayangkan Jokowi justru mengangkat Wiranto sebagai Menkopolhukam.

"Mengangkat orang yang diduga bertanggungjawab dalam TSS, yaitu Wiranto menjadi Menkopolhukam, lalu membentuk Dewan Kerukunan Nasional. Keduanya diarahkan ke penyelesaian non-yudisial," ucap Sumarsih.

Kompas TV Aksi Tabur Bunga Warnai Peringatan Tragedi 12 Mei 1998
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Pidato Megawati Jelas Menyatakan PDI-P Siap Jadi Oposisi Prabowo

Pengamat: Pidato Megawati Jelas Menyatakan PDI-P Siap Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Tiba di Arena Rakernas Jelang Penutupan, Megawati 'Dikawal' Sejumlah Ketua DPP PDI-P

Tiba di Arena Rakernas Jelang Penutupan, Megawati "Dikawal" Sejumlah Ketua DPP PDI-P

Nasional
Struktur Tim Pemenangan Pilkada PDI-P Terbentuk, Tak Ada Nama Ganjar

Struktur Tim Pemenangan Pilkada PDI-P Terbentuk, Tak Ada Nama Ganjar

Nasional
Pimpinan KPK Sebut Eks Kakrolantas Djoko Susilo Harusnya Bisa Dijerat Pasal Gratifikasi

Pimpinan KPK Sebut Eks Kakrolantas Djoko Susilo Harusnya Bisa Dijerat Pasal Gratifikasi

Nasional
Tunggu Info Resmi soal Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Wakil Ketua Komisi III: Jangan Terburu-buru Berasumsi

Tunggu Info Resmi soal Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Wakil Ketua Komisi III: Jangan Terburu-buru Berasumsi

Nasional
Kata Kejagung soal Kabar Jampidsus Dibuntuti Anggota Densus 88 dan Pengawalan TNI

Kata Kejagung soal Kabar Jampidsus Dibuntuti Anggota Densus 88 dan Pengawalan TNI

Nasional
Profil Jampidsus Febrie Ardiansyah yang Diduga Dikuntit Anggota Densus 88, Tangani Kasus Korupsi Timah

Profil Jampidsus Febrie Ardiansyah yang Diduga Dikuntit Anggota Densus 88, Tangani Kasus Korupsi Timah

Nasional
Eks Kakorlantas Djoko Susilo Ajukan PK, KPK: Kami Tetap Yakin Ia Korupsi dan Cuci Uang

Eks Kakorlantas Djoko Susilo Ajukan PK, KPK: Kami Tetap Yakin Ia Korupsi dan Cuci Uang

Nasional
Parpol Mulai Ributkan Jatah Menteri...

Parpol Mulai Ributkan Jatah Menteri...

Nasional
Menanti Sikap PDI-P terhadap Pemerintahan Prabowo, Isyarat Oposisi dari Megawati

Menanti Sikap PDI-P terhadap Pemerintahan Prabowo, Isyarat Oposisi dari Megawati

Nasional
Menanti Kabinet Prabowo-Gibran, Pembentukan Kementerian Khusus Program Makan Bergizi Gratis Makin Menguat

Menanti Kabinet Prabowo-Gibran, Pembentukan Kementerian Khusus Program Makan Bergizi Gratis Makin Menguat

Nasional
Hari Ini Rakernas V PDI-P Ditutup, Ada Pembacaan Rekomendasi dan Pidato Megawati

Hari Ini Rakernas V PDI-P Ditutup, Ada Pembacaan Rekomendasi dan Pidato Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Ahok Siap Maju Pilkada Sumut dan Lawan Bobby | Isu Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus

[POPULER NASIONAL] Ahok Siap Maju Pilkada Sumut dan Lawan Bobby | Isu Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juni 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juni 2024

Nasional
Tanggal 29 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com