Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/09/2017, 07:00 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa bulan terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah daerah. 

Sepanjang 2017 ini, dari berbagai operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, ada 5 kepala daerah yang terjaring atas dugaan tindak pidana korupsi. Mereka kini berstatus tersangka KPK.

Pada September 2017 ini saja, ada dua orang kepala daerah yang harus "pindah kantor" ke Kuningan, Jakarta Selatan.

Pada 2016, ada 10 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi.

Secara keseluruhan, sejak 2004 hingga Juni 2017, data statistik KPK menyebutkan, ada 78 kepala derah yang berurusan dengan KPK. Rinciannya, 18 orang gubernur dan 60 orang wali kota atau bupati dan wakilnya.

Lalu, siapa saja 5 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi hingga September 2017? 

Gubernur nonaktif Bengkulu Ridwan Mukti (kiri) berjalan menuju mobil tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/8/2017). Pemeriksaan lanjutan Ridwan Mukti tersebut terkait kasus suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemprov Bengkulu Tahun Anggaran 2017. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww/17.ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Gubernur nonaktif Bengkulu Ridwan Mukti (kiri) berjalan menuju mobil tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/8/2017). Pemeriksaan lanjutan Ridwan Mukti tersebut terkait kasus suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemprov Bengkulu Tahun Anggaran 2017. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww/17.
1. Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti

KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti sebagai tersangka, Kamis (22/6/2017).

Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (21/6/2017), atas dugaan suap pada proyek peningkatan jalan TES-Muara Aman dan proyek peningkatan jalan Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong.

Baca topik: KPK Tangkap Gubernur Bengkulu

Selain Ridwan, istrinya Lily Martiani Maddari, Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) Jhoni Wijaya, dan pengusaha Rico Dian Sari juga menjadi tersangka kasus dugaan suap tersebut.

PT SMS merupakan pemenang dua proyek jalan tersebut.

Dalam kasus ini, Ridwan diduga mendapat commitment fee Rp 4,7 miliar dari proyek itu. Suap untuk Ridwan diberikan oleh Jhoni.

Istri Ridwan ikut menjadi tersangka karena diduga sebagai perantara suap dari Jhoni. Uang suap itu diduga diberikan Jhoni melalui Rico. 

Bupati Pamekasan yang juga tersangka kasus suap Achmad Syafii berjalan keluar gedung seusai menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/8/2017). Achmad Syafii diperiksa perdana oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka Rudi Indra Prasetya terkait kasus suap kepada Kajari Pamekasan untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/ama/17ANTARA FOTO/M Agung Rajasa Bupati Pamekasan yang juga tersangka kasus suap Achmad Syafii berjalan keluar gedung seusai menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/8/2017). Achmad Syafii diperiksa perdana oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka Rudi Indra Prasetya terkait kasus suap kepada Kajari Pamekasan untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/ama/17
2. Bupati Pamekasan Achmad Syafii

KPK menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii sebagai tersangka pada Rabu (2/8/2017) dalam kasus dugaan suap untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa.

Selain Achmad, KPK menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka yakni Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo, Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi, dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin.

Kasus ini berawal dari laporsn sejumlah lembaga swadaya masyarakat soal dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur senilai Rp 100 juta yang menggunakan dana desa.

Anggota LSM melaporkan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi, ke Kejaksaan Negeri Pamekasan. Laporan itu sempat ditindaklanjuti Kejari Pamekasan dengan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan.

Baca topik: KPK Tangkap Bupati dan Kajari Pamekasan

Tetapi, diduga ada komunikasi beberapa pihak di Kejari dan Pemkab Pamekasan.

Dalam pembicaraan antara jaksa dan pejabat di Pemkab Pamekasan, disepakati bahwa penanganan kasus akan dihentikan apabila pihak Pemkab menyerahkan Rp 250 juta kepada Kajari Pamekasan.

Setelah penyelewengan dana desa dilaporkan, Kepala Desa merasa ketakutan dan berupaya menghentikan proses hukum.

Agus selaku Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo.

Upaya menghentikan perkara tersebut juga dibicarakan dengan Bupati Achmad Syafii.

Achmad ingin agar kasus itu diamankan. Ia tidak hanya menganjurkan upaya penyuapan jaksa.

 Ia juga ikut berkoordinasi untuk menurunkan angka yang disepakati sebesar Rp 250 juta. Akan tetapi, Kepala Kejari menolak menurunkan angka pemberian yang telah disepakati.

Wali Kota Tegal Siti Masitha menggunakan baju tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/8/2017) usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya dengan menggunakan mobil tahanan Siti Masitha di tahan di Rutan KPK di Kavling C1 Kuningan. Siti ditahan terkait kasus dugaan suap pengadaan infrastruktur kesehatan untuk pembangunan fisik ruangan ICU di RSUD Kardinah Kota Tegal.



Kompas/Alif Ichwan (AIC)

30-08-2017KOMPAS/ALIF ICHWAN Wali Kota Tegal Siti Masitha menggunakan baju tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/8/2017) usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya dengan menggunakan mobil tahanan Siti Masitha di tahan di Rutan KPK di Kavling C1 Kuningan. Siti ditahan terkait kasus dugaan suap pengadaan infrastruktur kesehatan untuk pembangunan fisik ruangan ICU di RSUD Kardinah Kota Tegal. Kompas/Alif Ichwan (AIC) 30-08-2017
3. Wali Kota Tegal Siti Masitha

Tim KPK menangkap Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno pada Selasa (29/8/2017) di Rumah Dinas Wali Kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal.

Bersama dua orang lainnya yakni Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Cahyo Supriadi, ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.

Siti diduga menerima suap Rp 5,1 miliar. Uang suap itu diduga untuk ongkos politik Siti yang berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024.

Uang suap itu disebut dikumpulkan bersama Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung, dalam tujuh bulan terakhir. 

Baca topik: Wali Kota Tegal Ditangkap KPK

Diduga, pemberian uang terkait pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah Kota Tegal dan fee dari proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Tegal Tahun Anggaran 2017.

Nilai Rp 1,6 miliar didapat dari jasa pelayanan total yang diindikasikan diterima dalam rentang Januari sampai Agustus 2017.

Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 200 juta ditemukan saat operasi tangkap tangan dilakukan. Sementara itu, sisa Rp 100 juta ditransfer ke dua rekening Amir, masing-masing Rp 50 juta.

Selain itu, Siti diduga menerima fee sejumlah proyek di lingkungan Pemkot Tegal sekitar Rp 3,5 miliar dalam rentang waktu Januari hingga Agustus 2017.

Pemberian diduga berasal dari rekanan proyek dan setoran bulanan dari Kepala Dinas.

Bupati Batubara Sumatera Utara OK Arya Zulkarnaen (tengah) keluar dari gedung KPK memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta,, Kamis (14/9/2017). OK Arya Zulkarnaen ditahan oleh KPK bersama empat orang lainnya usai ditetapkan sebagai tersangka terkait operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara untuk tahun anggaran 2017.ANTARA FOTO/RENO ESNIR Bupati Batubara Sumatera Utara OK Arya Zulkarnaen (tengah) keluar dari gedung KPK memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta,, Kamis (14/9/2017). OK Arya Zulkarnaen ditahan oleh KPK bersama empat orang lainnya usai ditetapkan sebagai tersangka terkait operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara untuk tahun anggaran 2017.
4. Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen

KPK menetapkan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen sebagai tersangka pada Kamis (14/9/2017), pasca-operasi tangkap tangan yang dilakukan sehari sebelumnya.

Dalam kasus ini, selain Bupati OK Arya, empat orang lainnya yakni Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady, seorang pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono alias Ayen, dua orang kontraktor bernama Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar, turut ditetapkan sebagai tersangka.

OK Arya menjadi tersangka kasus suap pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun 2017.

Baca: Bupati Batubara, Si Pengusaha Dealer Mobil dan Dugaan Suap Rp 4,4 Miliar

Ia diduga menerima fee Rp 4,4 miliar dari tiga proyek yakni Rp 4 miliar dari pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT GMU dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilain Rp 12 miliar yang dimenangkan PT T.

Sementara, Rp 400 juta sisanya merupakan fee yang diperoleh OK Arya dari Syaiful terkait dengan proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2 miliar.

Suap itu diduga diberikan Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar. Uang suap itu dikumpulkan Bupati lewat Sujendi dan Kadis PUPR Helman.

Hal ini menjadi modus yang digunakan Bupati. Ketika membutuhkan uang, Arya akan memintanya dari Sujendi.

Selanjutnya, ia memerintahkan orang untuk mengambil uang suap dari Sujendi.

Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Minggu (17/9/2017)Kompas.com/Robertus Belarminus Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Minggu (17/9/2017)
5. Wali Kota Batu Eddy Rumpoko

Wali Kota Batu Eddy Rumpoko ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu (18/9/2017) pasca operasi tangkap oleh tim KPK di rumah dinasnya sehari sebelumnya.

Ia menjadi tersangka dugaan suap proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar, yang dimenangkan PT Dailbana Prima. 

Selain Eddy, KPK menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka yakni Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan dan pengusaha bernama Filipus Djap.

Baca topik: Wali Kota Batu Ditangkap KPK

Filipus yang merupakan pemberi suap untuk Eddy Rumpoko dan Edi Setyawan, merupakan Direktur PT Dailbana Prima.

Dalam kasus ini, Eddy Rumpoko diduga menerima suap Rp 500 juta atau sekitar 10 persen dari nilai proyek.

Suap untuk Eddy diberikan dua tahap, yang pertama Rp 300 juta dalam bentuk pelunasan mobil Toyota Alphard yang diduga miliknya dan sisanya Rp 200 juta dalam bentuk tunai.

Sementara, Edi Setyawan menerima Rp 100 juta dari Filipus. Pemberian untuk Setyawan diduga fee untuk panitia pengadaan pada proyek tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com