Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf RUU Penyiaran Dinilai Lebih Menguntungkan Industri Televisi

Kompas.com - 17/09/2017, 17:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran, Nina Armando, menganggap pasal-pasal dan draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah dicampuri banyak kepentingan.

Sorotan diberikan terutama terhadap draf yang dikeluarkan oleh Badan Legislatif DPR RI.

Menurut Nina, poin-poin di dalamnya justru memfasilitasi apa saja yang diperjuangkan oleh media-media yang mengedepankan kepentingan industri dalam penyiaran.

ee ujar Nina dalam diskusi di Jakarta, Minggu (17/9/2017).

Nina mengatakan, dari sejak disusun di Komisi I, pembahasan revisi tersebut sangat tertutup. Kemudian, Komisi I menyerahkan draf revisi ke Baleg DPR RI.

Masalahnya, kata Nina, poin-poin yang disusun dalam draf Komisi I banyak diubah oleh Baleg.

"Jadi kami lihat ada kesamaan yang sangat banyak antara apa yang diperjuangkan, yang diminta ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dengan draf Baleg," kata Nina.

(Baca juga: KPI Kritik Draf RUU Penyiaran Libatkan Stasiun TV dalam Pemberian Sanksi)

Adapun poin-poin yang dikritisi antara lain diubahnya sistem digitalisasi televisi dengan konsep single mux operator dan penetapan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital.

Namun, ATVSI menentang konsep yang saat ini tertera dalam undang-undang yang berlaku saat ini. Asosiasi tersebut ingin konsep multi-mux operator diberlakukan.

"Dan itu (multi mux) ada di draf Baleg," kata Nina

Kemudian, dalam draf Komisi I melarang penayangan iklan rokok. Tiba-tiba dalam draf Baleg dimunculkan bahwa iklan rokok boleh ditayangkan, namun dengan batasan.

Hal tersebut sesuai dengan permintaan ATVSI yang menentang penghilangan iklan rokok. (Baca: ATVSI Minta Iklan Rokok Cukup Dibatasi, Bukan Dilarang)

Selain itu, kata Nina, pihaknya juga mengkritisi soal usulan kuota iklan spot 30 persen dari seluruh waktu siaran per tahun. Sementara dalam draf Komisi I, kuota iklan per spotnya sebesar 30 persen per program.

Hal tersebut membuat televisi swasta mampu meraup untung besar dengan kuota iklan diperbanyak.

Draf tersebut, kata Nina, juga memangkas kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia.

"Mereka dari awal tidak mau KPI berperan besar. Mereka maunya regulatornya pemerintah, KPI hanya mengurus isi siaran," kata Nina.

(Baca juga: ATVSI Usulkan Tujuh Isu Krusial Terkait Revisi UU Penyiaran)

Nina mengatakan, asosiasinya telah beberapa kali meminta audiensi dengan Baleg untuk membahas draf tersebut, namun tak kunjung mendapat balasan. Akhirnya, secara gerilya, mereka melakukan pendekatan ke masing-masing fraksi.

"Tidak cuma kelompok saya, berbagai kelompok lain yamg minta ketemu, tidak ada yang dijawab Baleg. Masyarakat sipil minta ketemu tidak direspons. Yamg direspons ATVSI, yang diterima yang mainstream," kata Nina.

Nina mengkhawatirkan nasib dunia penyiaran jika draf versi Baleg kemudian disahkan.

Televisi, menurut dia, sedianya mewakili hajat hidup publik. Namun, jika lembaga penyiaran dikuasai kepentingan induatri, maka hak masyarakat memperoleh siaran yang berkualitas dan layak terabaikan.

"Pengaturan isi sekarang akan berdampak pada kondisi masyarakat ke depan. Kalau tidak berpihak ke masyarakat akan menjadi seperti apa kondisinya," kata Nina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com